Makalah Pendekatan Ekspresif



MAKALAH
PENDEKATAN EKSPRESIF

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Apresiasi Puisi Indonesia
pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

yang diampu oleh : Imas Juidah, S. Pd.

disusun oleh :
Muhammad Jammal Baligh

Semester 2A


PRODRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS WIRALODRA
INDRAMAYU
2014










BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
     Karya sastra merupakan hasil dari daya cipta, karsa manusia yang dimana mengandung nilai seni yang tinggi. Dalam penciptaan karya sastra, seorang seniman/ penyair tidak menciptakannya hanya asal-asalan. Melainkan membutuhkan usaha yang keras baru bisa menghasilkan sebuah karya yang bermutu. Selain itu, banyak aspek yang dipertimbangkan dalam pembuatan karya sastra. Misalnya aspek keindahan, nilai guna/manfaat. Akibatnya banyak waktu yang diperlukan penyair/pengarang dalam membuat suatu karya.
     Karena karya sastra sarat dengan nilai seni, maka dalam menganalisisnya harus menggunakan metode/cara yang tepat. Agar apa yang ingin disampaikan dapat kepada pembaca atau penikmat karya itu. Salah satunya menggunakan pendekatan ekspresif. Pendekatan ekspresif ini menggunakan/mempunyai tiga tahapan. Dalam pembuatan karya sastra juga mengandung aspek ekspresif. Penekanan aspek ekspresif karya sastra telah lama dimulai. Pada masa Yunani dan Romawi penonjolan aspek ekspresif karya sastra telah dimulai seorang ahli sastra Yunani Kuno, Dionysius Casius Longius, dalam bukunya On the Sublime (Mana Sikana, dalam Atmazaki, 1990: 32-33). Bila kemudian Plato mengungkapkan bahwa karya sastra adalah meniru dan meneladani ciptaan Tuhan, cukupkah sampai di situ peran seorang pengarang? Ternyata Aristoteles menolak pendapat yang menyatakan bahwa posisi pengarang hanya berada di bawah Tuhan. Menurutnya, ciptaan Tuhan hanyalah sebagai tempat bertolak. Pengarang dalam penciptaan karyanya, dengan daya khayal dan kreativitas yang dipunyainya, justru mampu menciptakan kenyataan yang lebih kurang terlepas dari kenyataan alami. Dalam hal ini secara “lancang” menurut Aristoteles (Atmazaki, 1990: 33) pengarang dengan sombongnya sebagai pencipta telah menyamai Tuhan.
     Aspek ekspresif sebagai salah satu pendekatan dalam sastra barangkali lebih cocok dipakai dalam melihat kebimbangan pengarang dalam berkarya. Para kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, presepsi-prespsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan penglihatan mata batin pengarang/keadaan pikirannya.
     Atmazaki (1990: 34-35) mengatakan bahwa pementingan aspek ekspresif ini disebabkan oleh alasan-alasan berikut:
1.    Pengarang adalah orang pandai. Ia adalah filsuf yang ajarannya dianggap sebagai filsafat yang menguasai cara berpikir manusia.
2.    Kata author berarti pengarang, yang bila ditambah akhiran –ity berarti berwenang atau berkuasa. Dalam hal ini yang dimaksudkan sudah tentu penguasaan bahasa, namun menciptakan kenyataan lewat bahasa yang tidak sama dengan kenyataan alami. Akan tetapi, walaupun tidak sama kenyataan itu adalah hakiki, kenyataan yang tinggi nilainya, sehingga orang dapat bercermin dengan kenyataan tersebut.
3.    Pengarang adalah orang yang mempunyai kepekaan terhadap persoalan, punya wawasan kemanusiaan yang tinggi dan dalam. Pengarang punya pemikiran dan perasaan yang selalu lebih maju, walau dalam masyarakat hal ini seringkali dianggap membingungkan lantaran rumitnya.

1.2 Rumusan Masalah
1.   Apakah hakikat pendekatan ekspresif?
2.   Bagamanakah langkah penerapan pendekatan ekspresif?
3.   Dimanakah penerapan pendekatan ekspresif dapat diterapkan?
1.3 Tujuan
1.   Ingin mengetahui hakikat pendekatan ekspresif.
2.   Ingin mengetahui langkah penerapan pendekatan ekspresif.
3.   Ingin mengetahui penerapan pendekatan ekspresif dapat diterapkan.





BAB II
KAJIAN TEORI

2.1  Hakikat Pendekatan Ekspresif
Kritik ekspresif mendefinisikan karya sastra sebagai ekspresi atau curahan, atau ucapan perasaan, atau sebagai produk imajinasi penyair yang beroperasi/bekerja dengan pikiran-pikiran, perasaan; kritik itu cenderung menimbang karya sastra dengan kemulusan, kesejatian, atau kecocokan vision pribadi penyair atau keadaan pikiran; dan sering kritik ini mencari dalam karya sastra fakta-fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman penulis, yang secara sadar ataupun tidak, telah membukakan dirinya dalam karyanya tersebut (Pradopo, 1997:193). Dan pendapat lain menyatakan, pendekatan ekspresif merupakan pendekatan yang mengkaji ekspresi perasaan atau temperamen penulis (Abrams, 1981:189).  Menurut Semi (1984), pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang menitikberatkan perhatian kepada upaya pengarang atau penyair mengekspresikan ide-idenya ke dalam karya sastra.
Pendekatan kritik ekspresif ini menekankan kepada penyair dalam mengungkapkan atau mencurahkan segala pikiran, perasaan, dan pengalaman pengarang ketika melakukan proses penciptaan karya sastra. Pengarang menciptakannya berdasarkan subjektifitasnya saja, bahkan ada yang beranggapan arbitrer. Padahal, ekspresif yang dimaksud berkenaan dengan daya kontemplasi pengarang dalam proses kreatifnya, sehingga menghasilkan sebuah karya yang baik dan sarat makna.
Para kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan penglihatan mata batin pengarang/keadaan pikiranya.
2.2  Langkah Penerapan Pendekatan Ekspresif
Karena pendekatan ini merupakan pendekatan yang mengaitkan sebuah karya sastra dengan pengarangnya. Maka, ada beberapa langkah dalam menerapkan pendekatan ekspresif.
Langkah pertama, seorang kritikus harus mengenal biografi pengarang karya sastra yang akan dikaji.
Langkah kedua, melakukan penafsiran pemahan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra, seperti tema, gaya bahasa/ diksi, citraan, dan sebagainya. Menurut Todorov dalam menafsirkan unsur-unsur karya sastra bisa dengan cara berspekulasi, sambil juga meraba-raba, tetapi sepenuhnya memiliki kesadaran diri, dari pada merasa memiliki pemahaman tetapi masih buta. Artinya, seorang kritikus boleh bebas melakukan penfasiran pemahaman terhadap unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra.
 Langkah ketiga, mengaitkan hasil penafsiran dengan berdasarkan tinjauan psikologis kejiwaan pengarang. Asumsi dasar penelitian psikologi sastra antara lain dipengaruhi oleh anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconcius) setelah jelas baru dituangkan kedalam bentuk secara sadar (conscius). Dan kekuatan karya sastra dapat dilihat dari seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra.






BAB III
PEMBAHASAN

Contoh Penerapan Pendekatan Ekspresif
     Kaitannya dengan makalah ini, penulis akan mencoba membahas beberapa puisi dari Subagio Sastrowardoyo berdasarkan pendekatan ekspresif.

3.1 Puisi Doa di Medan laga
Doa di Medan Laga
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Berikan kekuatan sekeras baja
Untuk menghadapi dunia ini, untuk melayani zaman ini
Berilah kesabaran seluas angkasa
Untuk mengatasi siksaan ini, untuk melupakan derita ini
Berilah kemauan sekuat garuda
Untuk melawan kekejaman ini, untuk menolak penindasan ini
Berilah perasaan selembut sutera
Untuk menjaga peradaban ini, untuk mempertahankan kemanusiaan ini.

(Daerah Perbatasan, 1970)




1.      Biografi Penyair
Subagio Sastrowardoyo (lahir di Madiun, Jawa Timur, 1 Februari 1924 –meninggal di Jakarta, 18 Juli 1995 pada umur 71 tahun) adalah seorang dosen, penyair, penulis cerita pendek dan esai, serta kritikus sastra asal Indonesia. Selama bertahun-tahun, ia adalah direktur perusahaan penerbitan Balai Pustaka. Puisi-puisi Subagio umumnya dipandang mempunyai bobot filosofis yang tinggi dan mendalam, dan tidak dapat ditafsirkan secara harfiah. Perumpamaan dan lambang digunakannya secara dewasa dan matang.
Subagio berpendidikan HIS di Bandung dan Jakarta, HBS, SMP, dan SMA di Yogyakarta, Fakultas Sastra UGM selesai tahun1958, Universitas Yale tahun 1961-1966. Pernah menjabat Ketua Jurusan Bahasa Indonesia Kursus B-I di Yogyakarta (1954-1958), dosen Kesustraan Indonesia di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM (1658-1961), dosen UNPAD, dosen SESKOAD keduanya di Bandung, dosen bahasa dan Kesusastraan Indonesia di Universitas Flinders, Adelaide, dan terakhir bekerja di Penerbit Balai Pustaka. Pada musim panas 1984, ia juga pernah menjadi seorang instruktur tamu di Universitas Ohio, dan mengajarkan bahasa Indonesia.

2.      Penafsiran Pemahaman Puisi
A.    Pemilihan kata khas
Diksi
Diksi yang digunakan Subagio Sastrowardoyo dalam puisi Doa di Medan Laga sudah mewakili perasaan dan pengalaman pengarang. Selain itu, juga mewakili perasaan semua rakyat yang sedang mempertahankan kehidupan di jagat raya ini.
·         Berilah kekuatan sekeras baja
Larik tersebut memiliki makna konotasi yang dapat diartikan sesuai situasi dan kondisi, yakni ingin mempunyai kekuatan yang keras sehingga mampu menghadapi segalanya dengan kesabaran dan ketabahan lahir dan batin. Secara denotatif memiliki makna yang sesungguhnya yakni sekeras baja (baja yang keras dan kuat).
·         Untuk menghadapi dunia ini, untuk melayani zaman ini
Makna yang terkandung pada larik tersebut adalah menjalani kehidupan di dunia ini dengan penuh kesungguhan.
·         Berilah kesabaran seluas angkasa
Secara denotatif, angkasa memiliki luas yang tak terhingga, tetapi secara konotatif seluas angkasa maksudnya adalah ingin diberikan kelapangan hati (sabar).
·         Untuk mengatasi siksaan ini, untuk melupakan derita ini
Maksudnya adalah segala tantangan dan rintangan mampu diatasi dan yang sudah berlalu biarlah berlalu.
·         Berilah kemauan sekuat garuda
Secara denotatif, garuda memiliki kekuatan yang luar biasa, tetapi secara konotatif maksudnya ingin diberikan suatu kemauan/ keinginan yang kuat sekuat garuda untuk mengatasi segala problema kehidupan.
·         Untuk melawan kekejaman ini, untuk menolak penindasan ini
Kekejaman dan penindasan mampu untuk dihadang, kemauan/keinginan yang kuat mampu mengatasinya.
·         Berilah perasaan selembut sutra
Secara denotatif sutra melambangkan kehalusan dan kelembutan. Secara konotatif, memiliki arti ingin diberi perasaan dan kelembutan hati bagai sutra.
·         Untuk menjaga peradaban ini, untuk mempertahankan kemanusiaan ini
Untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia di muka bumi di negara yang tercinta ini dan juga mempertahankan segalanya yang ada di dunia ini.

B.     Kata Konkret
Kata konkret merupakan kata-kata yang memilliki makna dan arti sama bila dilihat secara denotatif. Secara konotatif memiliki makna dan arti berbeda yang sesuai dengan situasi dan kondisi pemakainya. Kata-kata konkret pada puisi ini seperti terdapat pada kata:
·         Kekuatan sekeras baja
secara denotatif memiliki makna kekuatan seperti baja yang sangat keras. Secara konotatif memiliki makna mempunyai kekuatan yang keras sehingga mampu dalam menghadapi segalanya dengan penuh kesabaran dan ketabahan lahir dan batin.
·         Kesabaran seluas angkasa
Secara denotatif, angkasa memiliki luas yang tak terhingga, tetapi secara konotatif seluas angkasa maksudnya adalah kelapangan hati (sabar).
·         kemauan sekuat garuda
Secara denotatif, garuda memiliki kekuatan yang luar biasa, tetapi secara konotatif maksudnya suatu kemauan/ keinginan yang kuat sekuat garuda untuk mengatasi segala problema kehidupan.
·         perasaan selembut sutra
Secara denotatif sutra melambangkan kehalusan dan kelembutan. Secara konotatif, memiliki makna perasaan dan kelembutan hati bagai sutra.

C.    Pengimajian
1.      Imaji perabaan terdapat pada larik ketujuh, berilah perasaan selembut sutera.
2.      Imaji penglihatan terdapat pada larik sekeras baja, seluas angkasa, sekuat garuda, dan selembut sutra
3.      Imaji perasaan terdapat pada larik berilah kesabaran seluas angkasa,  untuk mengatasi siksaan ini, untuk melupakan derita ini, untuk melawan kekejaman ini, untuk menolak penindasan ini, dan berilah perasaan selembut sutera.

D.    Bahasa Figuratif
     Pada puisi ini terdapat majas perbandingan, merupakan majas yang membandingkan sesuatu dengan menggunakan kata-kata perbandingan. Seperti bagai, bagaikan, bak, seperti, laksana, se-, dan lain-lain.
·         Berilah kekuatan sekeras baja
·         Berilah kesabaran seluas angkasa
·         Berilah kemauan sekuat garuda
·         Berilah perasaan selembut sutra

E.     Verifikasi
Rima dalam puisi ini termasuk dalam rima berselang yakni pengulangan bunyi sajak a-b-a-b.

F.     Tipografi
Puisi ini mempunyai tata wajah yang konvensional seperti pada umumnya, dan berdasarkan bentuknya, puisi ini termasuk ke dalam Oktaf/Stanza yaitu sajak yang terdiri dari 8 baris.

G.    Tema
            Tema yang diangkat pada puisi Doa di Medan Laga adalah tema patriotisme. Tentang perjuangan dan pertahanan hidup. Tema ini sesuai dengan isi tiap larik yang selalu berharap diberi kemudahan dalam segala hal.
  
H.    Nada dan Suasana
Nada dan suasana dalam puisi ini tentang semangat juang yang optimis dalam berbagai bidang kehidupan, tidak hanya berjuang melawan musuh tetapi juga melawan berbagai hal tidak baik yang ada dalam masyarakat dan bangsa kita.

I.       Perasaan
Semangat dan optimis menjadi rasa dari tiap-tiap larik dalam puisi Doa di Medan Laga.

J.      Amanat
 Amanat yang dapat diambil dari puisi Subagio Sastrowardoyo yang berjudul Doa di Medan Laga ini adalah kehidupan dunia yang sangat keras dan penuh dengan tantangan harus tetap dijalani dengan penuh perjuangan. Semua yang dihadapi pasti mendapatkan kemudahan untuk mengatasi tantangan tersebut. Berdoa dan selalu berusaha dengan optimis, pasti Yang Maha Kuasa selalu berada dekat kita dan akan menolong kita.

3.      Kajian Berdasarkan Tinjauan Psikologis/Kejiwaan Pengarang
Berdasarkan tinjauan psikologis pengarang, Subagio Sastrowardoyo adalah seorang penyair, dosen, dan kritikus. Kaitannya dengan pembuatan puisi Doa di Medan Laga ini merupakan bentuk dari pengalamannya dari suatu kejadian pada zaman dulu. Pada saat itu rakyat Indonesia meskipun sudah dikatakan merdeka, tetapi masih harus semangat dan terus berjuang dalam menghadapi kehidupan dunia yang sangat keras dan penuh dengan tantangan itu.
Pada puisi ini tidak hanya mewakili perasaan dan pengalaman pengarang saja, tetapi juga mewakili perasaan semua rakyat yang sedang mempertahankan kehidupan di jagat raya ini. Pengarang berusaha ingin menggambarkan pesan apa yang bisa diambil dari setiap karya sastra yang dibuatnya. Puisi ini merupakan bentuk ekspresinya terhadap keadaan pada saat itu.




3.2  Pidato di Kubur Orang

Pidato di Kubur Orang
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Ia terlalu baik buat dunia ini
Ketika gerombolan mendobrak pintu
Dan menjarah miliknya
Ia tinggal diam dan tidak mengadakan perlawanan
Ketika gerombolan memukul muka
Dan mendopak dadanya
Ia tinggal diam dan tidak menanti pembalasan
Ketika gerombolan menculik istri
Dan memperkosa anak gadisnya
Ia tinggal diam dan tidak memendam kebencian
Ketika gerombolan membakar rumahnya
Dan menembak kepalanya
Ia tinggal diam dan tidak menguapkan penyesalan
Ia terlalu baik buat dunia ini


1.      Biografi Penyair
Subagio Sastrowardoyo (lahir di Madiun, Jawa Timur, 1 Februari 1924 –meninggal di Jakarta, 18 Juli 1995 pada umur 71 tahun) adalah seorang dosen, penyair, penulis cerita pendek dan esai, serta kritikus sastra asal Indonesia. Selama bertahun-tahun, ia adalah direktur perusahaan penerbitan Balai Pustaka. Puisi-puisi Subagio umumnya dipandang mempunyai bobot filosofis yang tinggi dan mendalam, dan tidak dapat ditafsirkan secara harfiah. Perumpamaan dan lambang digunakannya secara dewasa dan matang.
     Subagio berpendidikan HIS di Bandung dan Jakarta, HBS, SMP, dan SMA di Yogyakarta, Fakultas Sastra UGM selesai tahun1958, Universitas Yale tahun 1961-1966. Pernah menjabat Ketua Jurusan Bahasa Indonesia Kursus B-I di Yogyakarta (1954-1958), dosen Kesustraan Indonesia di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM (1658-1961), dosen UNPAD, dosen SESKOAD keduanya di Bandung, dosen bahasa dan Kesusastraan Indonesia di Universitas Flinders, Adelaide, dan terakhir bekerja di Penerbit Balai Pustaka. Pada musim panas 1984, ia juga pernah menjadi seorang instruktur tamu di Universitas Ohio, dan mengajarkan bahasa Indonesia.

2.      Penafsiran Pemahaman Puisi
A.    Pemilihan kata khas
Puisi ini hanya menggunakan pemilihan kata (diksi) yang lebih umum, tidak ada kata khas. Seperti pada kata gerombolan yang bermakna denotatif sekumpulan orang yang mempunyai sifat yang jahat.

B.     Kata Konkret
Kata konkret yang ada pada puisi ini adalah Ia terlalu baik buat dunia ini. Bermakna seorang pria yang mempunyai sifat yang sangat baik sekali. Bahkan karena terlalu baiknya, ia tinggal diam dan tidak mengadakan perlawanan, menanti pembalasan, memendam kebencian, ataupun menguapkan penyesalan.

C.    Pengimajian
Imaji yang terdapat pada puisi ini adalah imaji penglihatan dan imaji perasaan.
  Imaji penglihatan:
·      Ketika gerombolan mendobrak pintu
·      Dan menjarah miliknya
·      Ketika gerombolan memukul muka
·      Dan mendopak dadanya
·      Ketika gerombolan menculik istri
·      Dan memperkosa anak gadisnya
·      Ketika gerombolan membakar rumahnya
·      Dan menembak kepalanya

Imaji perasaan
·      Ia terlalu baik buat dunia ini
·      Ia tinggal diam dan tidak mengadakan perlawanan
·      Ia tinggal diam dan tidak menanti pembalasan.
·      Ia tinggal diam dan tidak memendam kebencian
·      Ia tinggal diam dan tidak menguapkan penyesalan.

D.    Bahasa Figuratif
Pemilihan kata dalam puisi ini tidak menggunakan bahasa figuratif. Puisi ini hanya menggunakan pemilihan kata yang lebih umum yang sering digunakan manusia.

E.     Verifikasi
Rima dalam puisi ini tidak memperhatikan kesamaan bunyi. Rima puisi ini campuran, namun terdapat beberapa kesamaan seperti berikut ini:
·        Ketika gerombolan memukul muk/a/
     Dan mendopak dadany/a/
·        Ketika gerombolan membakar rumahny/a/
     Dan menembak kepalany/a/

F.     Tipografi
Puisi Pidato di Kubur Orang ini menggunakan tata wajah yang konvensional seperti pada umumnya dan berdasarkan bentuknya, puisi ini termasuk ke dalam Soneta yaitu sajak yang terdiri dari 14 baris.

G.    Tema
Puisi di atas mengandung tema kesabaran seorang tokoh.

H.    Nada dan Suasana
Sikap penyair lembut dan halus karena menceritakan sebuah kesabaran tokoh ia yang mendapatkan berbagai cobaan.

I.       Perasaan
Penyair merasa tokoh ia tidak berdaya dan mempunyai perasaan yang sangat sabar dalam menghadapi berbagai cobaan yang harus dihadapinya.

J.      Amanat
Amanat pada puisi ini adalah tentang bagaimana sikap kita menjalani proses kehidupan yang kita alami. Dalam menjalani sebuah cobaan kehidupan, kita harus menjalaninya dengan sabar dan tabah serta tidak menyesali atas cobaan yang telah diberikan kepada kita.

3.      Kajian Berdasarkan Tinjauan Psikologis/Kejiwaan Pengarang
Berdasarkan tinjauan psikologis pengarang, Subagio Sastrowardoyo adalah seorang penyair, dosen, dan kritikus. Kaitannya dengan pembuatan puisi Pidato di Kubur Orang ini merupakan bentuk dari pengalamannya dari suatu kejadian pada zaman dulu. Dari pengalaman di sekitarnya  itu beliau menuliskannya ke dalam puisi ini, yang menceritakan tentang pidato yang dibacakan di kubur orang itu. Entah mengapa tokoh ia dalam puisi ini terlalu baik sehingga tidak memberikan perlawanan sedikitpun ketika gerombolan itu datang. Mungkin tokoh ia ini sudah renta sehingga tidak mampu untuk berbuat sesuatu, dan pada puisi ini beliau mengekspresikannya melalui tokoh ia yang begitu sabar, tabah, dan terlalu baik.





BAB IV
PENUTUP

1.1    Simpulan
     1.    Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang menitikberatkan perhatian kepada upaya pengarang atau penyair mengekspresikan ide-idenya ke dalam karya sastra.
   2.   Ada tiga langkah dalam pendekatan ekspresif, langkah pertama dalam menerapkan  pendekatan ekspresif, seorang kritikus harus mengenal biografi pengarang karya sastra yang akan dikaji. Langkah kedua, melakukan penafsiran pemahan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra, seperti tema, gaya bahasa/ diksi, citraan, dan sebagainya. Langkah ketiga, mengaitkan hasil penafsiran dengan berdasarkan tinjauan psikologis kejiwaan pengarang.
   3.      Dari keempat analisis puisi tersebut dalam pendekatan ekspresif adalah bahwa hampir seluruh dari keempat pengarang tersebut dalam membuat karya sastranya berdasarkan respon atau ekspresi dari suatu pengalaman yang dialami dan dari beberapa peristiwa yang terjadi disekitarnya sehingga menarik perhatian pengarang untuk dikaji dan semuanya itu dituliskan dalam sebuah karya sastra.

1.2    Saran
Dalam membuat suatu karya sastra, kita harus mempunyai banyak pengalaman dan pengetahuan supaya dalam mengekspresikan sebuah pengalaman atau sebuah peristiwa yang terjadi di sekitar kita, kita bisa menggambarkan atau mengekspresikan dalam bentuk karya sastra.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Pendekatan Ekspresif"

Posting Komentar