Makalah Naskah Drama Aa - Ii - Uu Karya Arifin C. Noor Menggunakan Pendekatan Mimetik



MAKALAH


NASKAH DRAMA AA-II-UU KARYA ARIFIN C. NOOR


MENGGUNAKAN PENDEKATAN MIMETIK





diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Apresiasi Drama Indonesia


pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia





yang diampu oleh : Eny Tarsinih, M. Pd.





disusun oleh :


Ade Kurniah


Muhammad Jammal Baligh


Nuresah


Nurhalimah


Wiwin Ariska








Semester 3A













PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS WIRALODRA


INDRAMAYU


2014












KATA PENGANTAR





            Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala limpahan rahmat-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam kami limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya dan seluruh umatnya sampai akhir zaman.


          Makalah  ini membahas tentang analisis naskah drama Aa-Ii-Uu karya Arifin C. Noor. Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas yang kami buat. Terutama ucapan terima kasih ditujukan kepada dosen mata kuliah Apresiasi Drama Indonesia, Eny Tarsinih, M. Pd.


        Adapun isi dari makalah ini jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan kami, baik kemampuan mengolah konsepsi ataupun kemampuan apersepsi. Sehingga harap dimaklumi apabila isi makalah kami banyak kekurangan, itu sebabnya kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah ini.


            Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca, dan menjadi tambahan bagi khazanah ilmiah kita semua.





Indramayu, 25 Desember 2014

























BAB 1


PENDAHULUAN





1.1  Latar Belakang Masalah


Di dalam sastra ada sebuah hubungan yang sangat erat antara apresiasi, kajian dan kritik sastra karena ketiganya merupakan tanggapan terhadap karya sastra. Saat pembaca sudah mampu mengapresiasi sastra, pembaca mempunyai kesempatan untuk mengkaji sastra. Namun, hal ini tak sekadar mengkaji. Karena mengkaji telah menuntut adanya keilmiahan. Yaitu adanya teori atau pengetahuan yang dimiliki tentang sebuah karya. Saat apresiasi merupakan tindakan menggauli karya sastra, maka mengkaji ialah tindakan menganalisis yang membutuhkan ilmu atau teori yang melandasinya. Tentang penjelasan mengkaji seperti yang diungkapkan oleh Aminudin (1995:39) kajian (sastra) adalah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antar unsur dalam karya sastra dengan bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu.


Dengan adanya kajian drama inilah, peminat sastra melakukan analisis yaitu membedah karya-karya yang telah dibacanya sehingga unsur-unsur yang membangun drama tersebut dapat diketahui, juga rangkaian hikmah yang ada di dalamnya dapat tergambar dengan jelas.


Seperti yang kita ketahui bahwa dalam menganalisis karya sastra dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya Pendekatan Struktural, Pendekatan Pragmatik, Pendekatan Ekspresif, Pendekatan Mimetik, Pendekatan Feminis, dan lain-lain.


Dalam makalah ini akan dilakukan pengkajian drama yaitu penulis akan mengkaji naskah drama yang berjudul “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer melalui pendekatan mimetik. Namun sebelum penulis melakukan analisis melalui pendekatan mimetik, terlebih dahulu penulis melakukan analisis melalui pendekatan struktural. Hal itu karena setiap pendekatan seperti pendekatan pragmatik, ekspresif, mimetik, maupun pendekatan-pendekatan lain pasti memerlukan pendekatan struktural sebagai perantara untuk memahami karya sastra itu sendiri.








1.2  Rumusan Masalah


1.2.1        Apa yang dimaksud dengan drama?


1.2.2        Apa yang dimaksud dengan pendekatan mimetik?


1.2.3    Bagaimana kajian naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer dengan menggunakan pendekatan mimetik?





1.3  Tujuan dan Manfaat


1.3.1        Ingin memberikan pengetahuan tentang drama.


1.3.2        Ingin bemberi pengetahuan tentang pendekatan mimetik.


1.3.3    Ingin memberi pengetahuan tentang kajian naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer dengan menggunakan pendekatan mimetik.









































BAB 2


LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian Drama


Pada umumnya, drama mempunyai dua arti, yaitu drama dalam arti luas dan drama dalam arti sempit. Dalam arti luas, pengertian drama adalah semua bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dalam arti sempit, pengertian drama adalah kisah hidup manusia dalam masyarakat yang diproyeksikan ke atas panggung.


Menurut Waluyo (2001:2), drama berasal dari bahasa Yunani yaitu “draomai” yang berarti berbuat, bertindak, atau bereaksi. Dengan demikian, drama dapat diartikan sebagai perbuatan atau tindakan. Secara umum, pengertian drama adalah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud dipertunjukkan oleh pemain.


Moulton berpendapat bahwa “drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak” (life presented in action). Hal itu diperkuat oleh pendapat Bathazar Verhagen yang mengatakan bahwa “drama adalah kesenian melukis sifat dan sikap manusia dengan gerak” (Slametmuljana dalam Tarigan, 1985: 70). Jadi, dapat disimpulkan bahwa drama adalah sebuah cerita yang membawakan tema tertentu dengan dialog dan gerak sebagai pengungkapannya.


Naskah drama merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa, sedangkan pementasan drama adalah salah satu jenis kesenian mandiri yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekorasi dan panggung), seni kostum, seni rias, seni tari, dan lain sebagainya. Jika kita membicarakan pementasan drama, maka kita dapat mengarahkan ingatan pada wayang, ludruk, ketoprak, lenong, dan film. Pementasan naskah drama dikenal dengan istilah teater.





2.2 Jenis-jenis Drama


Jenis-jenis drama dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


A.  Berdasarkan isi ceritanya

   1. Drama tragedi (drama duka) adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang besar dan agung. tokoh-tokohnya terlibat dalam bencana atau masalah yang besar. Drama tragedi menceritakan pertentangan antara tokoh protagonis dengan kekuatan dari luar atau tokoh lainnya. Pertentangan ini berakhir dengan keputusan, kehancuran, atau kematian tokoh protagonis.


   2. Melodrama adalah drama yang sangat menyentuh perasaan (sentimental), mendebarkan hati, dan mengharukan. Ceritanya dilebih-lebihkan sehingga kurang meyakinkan penonton. Tokoh-tokoh dalam melodrama adalah tokoh-tokoh yang hitam putih dan bersifat tetap (stereotip). Seorang tokoh jahat adalah seluruh wataknya jahat, tidak ada sisi baik sedikkitpun, sebaliknya, tokoh hero atau tokoh protagonist adalah tokoh pujaan yang luput dari kekurangan, kesalahan, dan tindak kejahatan. Tokoh hero ini pada akhirnya akan memenagkan peperangan, masalah, atau persaingan yang ada. Tokoh-tokoh dalam melodrama dilukiskan pasrah atau menerima nasibnya terhadap apa yang terjadi. Biasanya sinentron dan film Indonesia merupakan melodrama.

   3.   Komedi (drama ria) adalah drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Drama komedi menampilkan tokoh tolol, konyol, atau tokoh bijaksana tapi lucu. Penilaian penonton terhadap drama komedi dapat berbeda. Ada yang dapat tertawa saat menonton drama komedi, ada juga yang tidak. Perbedaan penilaian ini disebabkan oleh perbedaan budaya dan pengalaman. Penonton yang pernah mengalami peristiwa yang diceritakan dalam drama komedi akan tertawa jika melihat drama tersebut.

    4.  Dagelan adalah drama kocak dan ringan. Isi cerita dagelan biasanya kasar, lentur, dan vulgar. Dalam dagelan tidak terdapat kesetiaan terhadap alur cerita. Irama permainan dapat melantur dan ketetapan waktu tidak dipatuhi. Tokoh-tokoh dalam dagelan mempunyai watak yang berubah-ubah dari awal sampai akhir. Tokoh yang serius dapat berubah secara tiba-tiba menjadi kocak. Dagelan disebut juga banyolan, sering disebut tontonan konyol. 

5.  Farce adalah drama yang menyerupai dagelan, tetapi tidak sepenuhnya dagelan.



B.       Berdasarkan cara penyajianya


     1.    Closed Drama (drama untuk dibaca) adalah drama yang dibuat hanya untuk dibaca dan hanya indah untuk dibaca. Closed drama mempunyai dialog-dialog yang panjang dan menggunakan bahasa yang indah. Dialog-dialog yang digunakan tidak mencerminkan percakapan sehari-hari sehingga sulit dipentaskan.



   2. Drama treatikal (Drama yang dipentaskan) adalah drama yang dapat dipentaskan. Drama treatikal dipentaskan di atas pentas atau panggung.



     3.   Drama radio adalah drama yang ditayangkan atau dipentaskan melalui radio. Drama radio mementingkan dialog yang diucapkan melalui media radio. Drama radio biasanya direkam melalui kaset.
 


     4.   Drama televisi adalah drama yang ditayangkan atau dipentaskan melalui media televisi. Kelebihan drama televisi adalah dalam melukiskan flashback (kenangan masa lalu). Drama televisi berbentuk scenario . drama televisi ditampilkan dalam bentuk film, sinetron, atau telenovela.





C.      Berdasarkan bentuknya


     1.   Sandiwara yaitu berasal dari dua kata bahasa jawa, yaitu sandi yang berarti rahasia dan warah yang berarti ajaran. Sandiwara berarti suatu pengajaran yang diberikan secara rahasia dalam bentuk tontonan.



   2. Teater rakyat adalah segala jenis tontonan yang dipertunjukan di depan orang banyak dan bersifat kerakyatan. Seperti ketoprak dari jawa, lundruk dari jawa timur, arja dari bali, lenong dari Jakarta, dan sebagainya.
 


    3.  Opera adalah drama yang berisikan nyanyian dan music pada saat pementasanya. Nyanyian digunakan sebagai dialog. Opera sering disebut drama musical.
 


    4.  Sendratari adalah seni drama tari atau drama tanpa dialog dari pemainanya. Suasana dan adegan dinyatakan dengan gerak yang berunsur tari. Sendratari sebagian besar diangkat dari cerita-cerita klasik, seperti Ramayana dan mahabarata.
 


     5.   Pantomim adalah pertunjukan drama tanpa kata-kata yang hanya dimainkan dengan gerak dan ekspresi wajah biasanya diiringi musik. 
  


      6.      Operet atau Operette adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
 


     7.    Tableau (tablo) adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya. Atau drama tanpa kata-kata, dan pelaku hanya mengandalkan gerak patah-patah.



      8.      Passie adalah drama yang mengandung unsur agama atau religius.
  


      9.      Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang.
 


      10.  Minikata yaitu drama dengan cakapan singkat yang mengandalkan gerak treatikal. 





D.      Berdasarkan ada atau tidaknya naskah drama


      1.    Drama Tradisional adalah tontonan drama yang tidak menggunakan naskah. 


      2.    Drama Modern adalah tontonan drama menggunakan naskah.





E.  Berdasarkan masanya


   1. Drama Baru (Modern) adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.



     2.   Drama Lama (Klasik) adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istana atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya. 





2.3 Pendekatan Mimetik


Pandangan pendekatan mimetik ini adalah adanya anggapan bahwa sebuah karya sastra merupakan tiruan alam atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia di semesta raya ini. Sasaran yang diteliti adalah sejauh mana karya sastra merepresentasikan dunia nyata atau sernesta dan kemungkinan adanya intelektualitas dengan karya lain. Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra adalah hubungan dialektis atau bertangga. Mimesis tidak mungkin tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak mungkin tanpa mimesis. Takaran dan perkaitan antara keduanya dapat berbeda menurut kebudayaannya, menurut jenis sastra, zaman kepribadian pengarang, tetapi yang satu tanpa yang lain tidak mungkin dan, catatan terakhir perpaduan antara kreasi dan mimesis tidak hanya berlaku dan benar untuk penulis sastra. Tak kurang pentingnya untuk pembaca, dia pun harus sadar bahwa menyambut karya sastra mengharuskan dia untuk memadukan aktivitas mimetik dengan kreatif mereka. Pemberian makna pada karya sastra berarti perjalanan bolak-balik yang tak berakhir antara dua kenyataan dan dunia khayalan. Karya sastra yang dilepaskan dan kenyataan kehilangan sesuatu yang hakiki, yaitu pelibatan pembaca dalam eksistensi selaku manusia. Pembaca sastra yang kehilangan daya imajinasi meniadakan sesuatu yang tak kurang esensial bagi manusia, yaitu alternatif terhadap eksistensi yang ada dengan segala keserbakekurangannya atau lebih sederhana berkat seni, sastra khususnya, manusia dapat hidup dalam perpaduan antara kenyataan dan impian, yang kedua-duanya hakiki untuk kita sebagai manusia.


Menurut Plato mimetik hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi sungguhan, mimesis hanya mampu menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimetik yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia ideal. (Teew.1984:220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan seperti yang telah dijelaskan di muka. Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio (Teew. 1984:221).

            Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan mimetik merupakan pendekatan yang lebih menekankan pada alam semesta. dengan kata lain, sebuah karya sastra dikaitkan dengan kenyataan yang ada, baik dalam lingkungan masyarakat (sosial), politik, budaya, maupun keadaan alam sekitar. 


            Sebelum menganalisis sebuah karya sastra menggunakan pendekatan mimetik, maka perlu juga terlebih dahulu dikaji atau dianalisis dengan menggunakan pendekatan struktural, yaitu pengkaji harus mengetahui unsur instrinsik karya sastra itu sendiri dengan maksud paham tentang makna yang terkandung di dalam karya sastra tersebut. 


            Berikut ini unsur-unsur instrinsik dalam menganalisis naskah drama, yaitu tema, tokoh dan penokohan, alur, sudut pandang, gaya bahasa, latar (setting), konflik, dan amanat.


      1.      Tema


Tema adalah ide yang mendasari sebuah cerita. Untuk mencari tema sebuah novel, pembaca harus membaca secara seksama cerita dengan cara membaca dari awal sampai akhir. Setelah itu, temukan masalah yang paling dominan dalam cerita tersebut, contohnya tema persahabatan, rumah tangga, dan lain-lain.





       2.      Tokoh dan Penokohan


Tokoh adalah pelaku yang dikisahkan pemain dalam cerita. Tokoh dalam sebuah novel, yaitu tokoh antagonis, protagonist, dan tritagonis. Sedangkan penokohan adalah pemberian watak atau karakter pada masing-masing pelaku dalam sebuah cerita. Pelaku dapat diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal. Dengan kata lain, penokohan adalah sifat, watak atau karakter yang dimiliki oleh para tokoh di dalam cerita. Penggambaran penokohan dapat berupa uraian langsung dan tidak langsung. Contoh : baik, sombong, jujur, dan lain-lain.





        3.      Alur


Alur adalah rangkaian peristiwa yang saling berhubungan di dalam sebuah cerita.  Alur dalam novel dapat dibagi dalam beberapa macam, antara lain:


a.       Alur maju adalah alur yang bercerita dari awal hingga akhir dengan berurutan ke masa depan/progresif.


b.      Alur mundur adalah alur yang bercerita dari masa kini ke masa lampau.


c.       Alur campuran adalah alur yang bercerita dari masa kini ke masa lampau, lalu disisipi cerita dari masa lampu ke masa kini (flashback), begitupun sebaliknya.





        4.      Sudut Pandang


Sudut pandang adalah cara pengarang dalam menyajikan peristiwa dan tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah cerita. Sudut pandang berkaitan dengan gaya pengisahan seorang pengarang terhadap ceritanya. Sudut pandang ada dua, yaitu sudut pandang orang pertama “aku” dan sudut pandang orang ketiga “dia”.





        5.      Gaya Bahasa


Gaya bahasa adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa untuk mengisahkan peristiwa dan tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah cerita.  Selain itu, gaya bahasa juga dapat diartikan sebagi cara pengarang mempergunakan bahsa sebagaialat untuk mengekspresikan perasaan dan buah pikiran yang terpendam  di dalam jiwanya. Dengan kata lain, gaya bahasa berkaitan dengan stile (style) pengarang dalam mengisahkan cerita.


            Gaya bahasa dapat juga disebut majas. Berikut ini jenis-jenis majas, antara lain:


a.       Majas Perbandingan


b.      Majas Sindiran


c.       Majas Penegasan


d.      Majas Pertentangan





Majas Perbandingan dapat dibedakan menjadi 10 macam, antara lain:


a.     Personifikasi, yaitu gaya bahasa yang melukiskan susatu benda dengan memberikan sifat-sifat manusia kepada benda tersebut. Contohnya: Pensilku menari-nari di atas kertas.


b.  Metafora, yaitu gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan perbandingan langsung dan tepat atas dasar yang sama atau hampir sama. Contohnya: Wajahnya seindah bulan purnama.


c.   Hiperbola, yaitu gaya bahasa yang membandingkan segala sesuatu dengan suatu hal yang dilebih-lebihkan. Contohnya: Budi berlari secepat kilat.


d.    Litotes (Hiperbola Negatif), yaitu gaya bahasa yang membandingkan segala sesuatu dengan sifat yang berlawanan dengan keadaan yang sesungguhnya, dengan maksud untuk merendakan diri. Contohnya: Saya hanyalah butiran debu.


e.  Simbolik, yaitu gaya bahasa yang membandingkan segala sesuatu dengan sifat yang berlawanan dengan sesuatu yang lain, misalnya benda, binatang, atau tumbuhan sebagai symbol atau lambang. Contohnya: Rumah Budi ludes dilalap si jago merah.


f.       Metonimia, yaitu gaya bahasa yang menggunakan mrek atau nama barang untuk melukiskan suatu hal. Contohnya: paling enak itu membaca Koran sambil minum kapal api. (kapal api disini bermakna salah satu merk kopi)


g.    Asosiasi, yaitu gaya bahasa yang membandingkan sesuatu dengan keadaan lain karena adanya persamaan sifat. Contohnya: Rian kuat seperti gatot kaca.


h.      Alegori, yaitu gaya bahsa yang memperlihatkan suatu perbandingan  yang utuh. Contohnya: Hidup ini layaknya perahu yang berlayar di tengan samudera.


i.        Eufeminisme, yaitu gaya bahasa yang menggambarkan segala Sesuatu dengan kata-kata yang lebih lembut namun bermakna sama. Contohnya: perusahaan itu menerima karyawan tunarungu.


j.    Sinekdok, gaya bahasa ini dibedakan menjadi 2, antara lain: 1) pars pro toto, yaitu gaya bahasa yang menyebutkan sebagian untuk menggantikan seluruhnya. Contohnya: Hingga saat ini, Dian belum kelihatan batang hidungnya. 2) totem pro parte, yaitu gaya bahasa yang menyebutkan seluruhnya untuk menggantikan sebagian. Contohnya: Besok Inggris akan berhadapan dengan Brazil dalam final piala dunia.





Majas sindiran dapat dibedakan menjadi 3 mcam, antara lain: 
a.     Ironi, yaitu gaya bahasa yang melukiskan sesuatu yang sebaliknya dari kenyataan yang  ada.  Contohnya:  Tulisanmu sangat bagus, sampai aku tak bisa membacanya 
b.    Sinisme, yaitu gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sebaliknya, sama seperti ironi namun ini lebih kasar. Contohnya: Lama-lama aku bisa gila bila bekerja dengan kamu. 
c.     Sarkasme, yaitu gaya bahasa yang merupakan sindiran paling kasar dibandingkan yang lainnya. Contohnya: Dasar kau sampah tiak berguna !


           


Majas penegasan dapat dibedakan menjadi 5 macam, antara lain:


a.     Repetisi, yaitu majas penegasan yang menggunakan kata yang berulang-ulang. Baisanya digunkan dalam pidato. 
b.    Pleonasme, yaitu majas penegasan yang menggunakan kata yang sebenarnya tidak perlu, atau pemborosan kata. Contohnya: mundur ke belakang, maju ke depan.


c.     Klimaks, yaitu majas penegasan yang menyatakan hal dengan cara berturut-turut menggunakan kata yang semakin lama semakin menguat artinya.


d.    Anti Klimaks, yaitu majas penegasan yang menyatakan hal dengan cara berturut-turut menggunakan kata yang semakin lama semakin melemah artinya. Contohnya: jangan motor, sepedapun saya tidak punya.
e.     Retorik, yaitu majas penegasan yang menggunakan kalimat tanya yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban, karena merupakan pertanyaan yang konyol.





Majas pertentangan dapat dibedakan menajdi 2 macam, antara lain:


a.     Antitesis, yaitu majas pertentangan yang menggambarkan sesuatu dengan menggunakan pasangan kata yang berlawanan arti. Contohnya: tua-muda, msikin-kaya, dan sebagainya.


b. Paradoks, yaitu majas pertentangan yang menggambarkan sesuatu seolah-olah bertentangan padahal sesungguhnya tidak. Contohnya: di tengah keramaian aku merasa sepi.





          6.     Latar atau Setting


Latar adalah unsur yang merujuk pada tempat, waktu dan suasana yang melatarbelakangi peristiwa dalam cerita terjadi. Latar dibedakan menjadi tiga, antara lain:


a.       Latar tempat adalah gambaran yang menunjukkan tempat dalam suatu cerita atau peristiwa. Contoh: rumah, taman, sekolah, dan sebagainya.


b.      Latar waktu adalah gambaran yang menunjukkan waktu dalam suatu cerita atau peristiwa . Contoh: pagi, siang, sore, malam, dan sebagainya.


c.       Latar suasana adalah gambaran yang menunjukkan suasana yang disajikan dalam suatu cerita atau peristiwa . Contoh : sunyi, sepi, bising, dan sebagainya.





          7.      Konflik


Konflik adalah pertentangan atau masalah yang terjadi dalam sebuah cerita yang disajikan dalam karya sastra melalui tindakan atau alur yang dimainkan oleh pemain. Konflik dibagi menjadi 2 jeni. Yaitu konflik internal dan konflik eksternal. Konflik internal yaitu konflik yang berasal dari dalam diri sendiri, sedangkan konflik ekternal yaitu konflik yang berasal dari luar diri si tokoh dan dipengaruhi oleh orang lain atau unsur dari luar.





          8.      Amanat


Amanat adalah pesan yang terkadung dalam sebuah cerita. Amanat dalam novel pada umumnya disampaikan pengarang kepada pembaca melalui dua cara, yaitu secara tersurat (dapat dilihat langsung) dan tersirat (dipahami dari balik cerita).
































BAB 3


PEMBAHASAN





3.1  Sinopsis Naskah Drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer


Bermula dari kisah sebuah keluarga yang terdiri dari Ibu dan Bapak Rustam serta ketiga anaknya yang bernama Aa, Ii, dan Uu. Aa merupakan anak pertama berjenis kelamin laki-laki, sedangkan Ii merupakan anak kedua berjenis kelamin perempuan, dan Uu merupakan anak ketiga berjenis kelamin perempuan.


Suatu malam Uu mengatakan kepada ibunya bahwa ia ingin menjadi Ahli Sejarah dan masuk perguruan tinggi mengambil Jurusan Sejarah. Mendengar pernyataan anak bungsunya tersebut sang ibu kaget, namun ia tidak juga menentang cita-cita anaknya tersebut, sang ibu hanya bertanya lalu menyuruh Uu untuk beristirahat.


Tokoh ibu (ibu Rustam) lalu memberitahukan suaminya tentang keinginan anak bungsunya tersebut. Bapak Rustam marah, dan akhirnya memicu pedebatan diantara suami istri tersebut, yaitu Ibu Rustam dan Bapak Rustam. Sang Bapak dengan tegas menentang cita-cita UU yang ingin menjadi ahli sejarah, dengan pertimbangan bahwa bidang pekerjaan tersebut dari segi material tidak menjamin kehidupan anaknya. Namun berbeda dengan Ibu yang mendukung dan memberi kebebasan terhadap Uu untuk memilih jalan hidupnya, termasuk cita-cita yang Uu pilih. Ibu berasumsi bahwa setiap manusia berhak menentukan jalan hidupnya masing-masing, dan sebagai orangtua tidak berhak memaksakan kehendak bahwa seorang anak harus menjadi apa.


Rupanya keluarga ini merupakan keluarga yang keras kepala, baik ibu, bapak, Aa, Ii, dan Uu sama-sama memiliki watak keras kepala. Oleh karena itu masing-masing tetap pada pendiriannya.


Aa dan Ii yang merupakan kakak Uu walaupun tidak secara tegas menentang Uu yang memilih jurusan sejarah, namun sesungguhnya watak mereka berdua sama seperti ayahnya yang memandang sesuatu selalu dari segi materi dan uang.


Teman-teman sekolah Uu semasa SMA juga ternyata memandang rendah profesi ahli sejarah. Sampai akhirnya Uu mengadu pada ayah dan ibunya. Namun tidak disangka, bukannya mendapat dukungan dari bapaknya, sang bapak berpihak pada teman-teman Uu. Uu kesal, sampai akhirnya ia memutuskan untuk mengurung diri di kamar dan mogok makan sampai sang bapak mengizinkannya untuk mengambil Jurusan Sejarah. Segala upaya telah Bapak, Aa, dan Ii lakukan untuk membujuk Uu tidak mengambil Jurusan Sejarah. Namun Uu tetap pada pendiriannya bahwa ia akan tetap mengambil Jurusan Sejarah bagaimanapun konsekuensinya. Sampai akhirnya Pak Rustam menelfon Oom dan Tante untuk datang ke rumahnya dan membujuk Uu agar mau nurut dengan ayahnya. Segala upaya juga dilakukan oleh Oom dan Tante, namun sia-sia.


Setelah beberapa rencana gagal, lalu Oom dan Tante berfikir sejenak, lalu sehubungan dengan kegemaran Uu membaca dan mendengarkan cerita dongeng, maka Oom dan Tante menyarankan bahwa Ibu harus menceritakan sebuah dongeng tentang anak yang penurut terhadap orangtuanya. Dengan demikian sekiranya agar Uu dapat melupakan keinginan masuk Jurusan Sejarah. Awalnya, ibu tidak mau, namun setelah dibujuk oleh Oom dan Tante akhirnya ia mau.


Singkat cerita, setelah mendengar dongeng tersebut akhirnya setiap ditanya Uu selalu menjawab, “Iya Ma, Iya Ma, Iya Ma” secara berulang-ulang. Hal itu semakin membuat Ibu, Bapak, Oom, dan kedua kakaknya khawatir. Tidak lama kemudian Aa dan Ii juga tertular oleh UU, yaitu setiap ada yang berkata atau bertanya kepada mereka maka mereka hanya menjawab “Iya Ma, Iya Pa, Iya Oom, Iya Tante.” Keadaaan semakin kacau tatkala Uu hilang dari kamarnya dan disusul oleh hilangnya Aa dan Ii.


Seorang pembantu di rumah Oom dan Tante menyarankan untuk memanggil dukun. Datanglah dukun ke rumah Oom dan Tante. Sempat terjadi perdebatan antar tokoh, baik itu Bapak dengan Oom, Bapak dengan Dukun, Bapak dengan Pembantu, dan lainnya. Sang dukun menyarankan agar Pak Rustam dapat dengan lapang dada mengabulkan keinginan anak-anaknya, terutama keinginan Uu yang ingin masuk Jurusan Sejarah. Awalnya Pak Rustam tetap pada pendiriannya menolak saran dari Dukun, sampai pada akhirnya ia menyerah lalu merelakan Uu mengambil Jurusan Sejarah. Tidak lama kemudian UU terbangun dari igauannya, lalu ibu berkata kepada Uu bahwa semua mengizinkan ia mengambil Jurusan Sejarah. Lalu mereka saling berpelukan, hidup dengan bahagia.





3.2  Analisis melalui Pendekatan Struktural


      1.      Tema


Tema naskah drama “Aa - Ii - Uu” yaitu tentang kehidupan sosial





      2.      Tokoh dan Penokohan


Tokoh dan penokohan, serta watak yang terdapat pada naskah drama “Aa - Ii - Uu”, antara lain:


a.     Tokoh Bapak : bernama Rustam, adalah bapak dari Aa, Ii, dan Uu. Bapak merupakan tokoh antagonis, wataknya keras kepala, materialistis, egois, kasar,. Hal itu tercermin ketika beliau menentang Uu untuk menjadi ahli sejarah dan masuk pada Jurusan Sejarah.


1)   Kamu betul-betul kurang memahami zaman sekarang.  Doktoranda apapun memang sama, tapi nilai komersialnya berbeda-beda. Insinyur juga macam-macam dan boleh dikatakan sama tingkatannya satu sama lain, tapi tetap masing-masing memiliki nilai komersial yang berbeda beda.” (Arifin C Noer, 1968:6)


2)   Makin banyak kamu bicara makin kelihatan kamu bodoh”. (Arifin C Noer, 1968:6)


3)   Karena ukuran-ukuran yang menguntungkan. Tepat! Karena kepintaran Lidia secar ekonomis menguntungkan atau diharapkan akan bisa menguntungkan untuk rumah tangga kalian. Begitu bukan?” (Arifin C Noer, 1968:8)


4)   Luar biasa. Kalian betul-betul benih masa depan yang siap. Nah Ma, kamu sudah dengar sendiri pernyataan mereka tentang zaman mereka nanti. Kalau diusut secra logis dasar dan cara berpikir mereka jelas-jelas mencerminkan bentuk dan sifat hubungan kita masa depan, yaitu hubungan yang dingin yang selalu dilandasi ukuran komersial.” (Arifin C Noer, 1968:9)


5)   Karena buat saya orang yang bekerja sia-sia, yang tidak menghasilkan uang berarti pengkhayal konyol. Boleh saja orang semacam itu hidup kalau mereka bisa hidup tanpa usus dan perut besar.” (Arifin C Noer, 1968:10)





b.   Tokoh Ibu : bernama ibu Rustam, adalah Ibu dari Aa, Ii, dan Uu. Ibu merupakan tokoh protagonis, wataknya baik, penyayang, keras kepala.


1)   Watak ibu yang keras kepala tercermin pada dialognya dengan tokoh Bapak,  Saya kira saya tidak kolot. Waras. Coba saja. Misalnya Uu betul-betul jadi ahli sejarah yang kata kamu tidak komersial itu, yang tidak menghasilkan uang itu, apa akan mengubah nasibnya sebagai seorang istri kelak?”. (Arifin C Noer, 1968:6)


2)   “… zamannya robot-robot dan angka-angka. Menjijikan sekali.” (Arifin C Noer, 1968:9)





c.      Tokoh Aa : adalah anak pertama dari Bapak dan Ibu Rustam. Aa berperan sebagai laki-laki. Ia merupakan mahasiswa Jurusan Ekonomi. Ia adalah tokoh yang cerdas, bijaksana, bertanggungjawab dan penyayang. Hal itu tercermin pada percakapan berikut ini:


AA      : “Kita mesti lembut, Pa.” (Arifin C Noer, 1968:15)


II         : “ kita tidak boleh menekan dan apalagi bersikap keras.”


(Arifin C Noer, 1968:15)


AA      : “Ini semata-mata masalah approach.” (Arifin C Noer, 1968:15)


II         : “Kita semua tahu Uu sangat manja dan sakit-sakitan sejak kecil.” (Arifin C Noer, 1968:15)


AA      : “Jadi satu-satunya cara yang paling efektif adalah cara persuasif.” (Arifin C Noer, 1968:15)


II         : “Saya akan mencoba membujuknya pertama kali. Sebagai kakak langsung barangkali saya akan mnedapat tempat yang istimewa di hatinya.” (Arifin C Noer, 1968:15)


AA      : “Saya juga akan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan masa depan Uu, karena Uu adalah adik yang lemah.” (Arifin C Noer, 1968:15)


II         : “Ya. Tante pasti akan mampu melunakkan hatinya.”


(Arifin C Noer, 1968:16)


d.     Tokoh Ii : adalah anak kedua dari Bapak dan Ibu Rustam. Ii berperan sebagai perempuan. Ia merupakan mahasiswi Jurusan Farmasi. Ia adalah tokoh yang baik hati, penyayang, cerdas, bijaksana, dan bertanggungjawab. Hal itu tercermin pada percakapan berikut ini:


AA      : “Kita mesti lembut, Pa.” (Arifin C Noer, 1968:15)


II         : “Kita tidak boleh menekan dan apalagi bersikap keras.”


(Arifin C Noer, 1968:15)


AA      : “Ini semata-mata masalah approach.” (Arifin C Noer, 1968:15)


II         : “Kita semua tahu Uu sangat manja dan sakit-sakitan sejak kecil.” (Arifin C Noer, 1968:15)


AA      : “Jadi satu-satunya cara yang paling efektif adalah cara persuasif.” (Arifin C Noer, 1968:15)


II         : “Saya akan mencoba membujuknya pertama kali. Sebagai kakak langsung barangkali saya akan mendapat tempat yang istimewa di hatinya.” (Arifin C Noer, 1968:15)


AA      : “Saya juga akan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan masa depan Uu, karena Uu adalah adik yang lemah.” (Arifin C Noer, 1968:15)


II         : “Ya. Tante pasti akan mampu melunakkan hatinya.”


(Arifin C Noer, 1968:16)





e.    Tokoh Uu : adalah anak ketiga dari Bapak dan Ibu Rustam. Uu berperan sebagai perempuan. Wataknya keras kepala, pemarah (mudah marah dan berkata kasar), dan manja.


1)    Wataknya yang pemarah tercermin pada kutipan dialog berikut: “Brengsek.  (Arifin C Noer, 1968:11)


2)   Wataknya yang keras kepala tercermin pada kutipan dialog berikut:


UU  : “Kalau semua tidak setuju Uu akan mengunci diri dalam kamar dan mogok makan.  (Arifin C Noer, 1968:15)


UU    : “(OS) Di sini ada gunting. Kalau pintu dibongkar saya bunuh diri.”


(Arifin C Noer, 1968:21)


UU  : “Jangan main tipu. Uu bisa lebih nekat.” (Arifin C Noer, 1968:21)





Selain itu, Watak Uu yang keras kepala juga tercermin pada dialog berikut ini:


Bapak          : “Uu ini suara Papa. Dengar tidak, Uu?”


(Arifin C Noer, 1968:19)


Uu               : “(OS) Dengar.” (Arifin C Noer, 1968:19)


Bapak          : “Kalau begitu buka pintunya.” (Arifin C Noer, 1968:19)


Uu               : “(OS) Tidak mau. Kecuali kalau papa setuju Uu masuk Jurusan Sejarah.” (Arifin C Noer, 1968:20)


Bapak         : “Kita berunding dulu, Sayang.” (Arifin C Noer, 1968:20)


Uu              : “(OS) Tidak ada perundingan. Soalnya kita sama-sama keras kepala.” (Arifin C Noer, 1968:20)


3)   Wataknya yang manja tercermin dari kutipan dialog berikut:


UU              : “Sedetik boleh dan hanya untuk cium.” (Arifin C Noer,


1968:17)


AA              : “Lah, dia Cuma manja.” (Arifin C Noer, 1968:17)





f.        Tokoh Berlin : adalah teman Uu. Berlin merupakan tokoh antagonis. Wataknya materialistis, karena ia merendahkan dan menertawakan Uu setelah ia mengetahui bahwa Uu memilih untuk masuk Jurusan Sejarah. Tercermin pada kutipan dialog berikut: “Yang lucu tidak ada! Yang ada yang tragis!” (Arifin C Noer, 1968:12)





g.     Tokoh Sitegal : adalah teman Uu. Sitegal merupakan tokoh antagonis. Wataknya materialistis, karena ia merendahkan dan menertawakan Uu setelah ia mengetahui bahwa Uu memilih untuk masuk Jurusan Sejarah. Tercermin pada kutipan dialog berikut: “Memilih ko Jurusan Sejarah. Kok ndak jurusan silat saja.” (Arifin C Noer, 1968:12)





h.  Tokoh Ketua (ketua kelas Uu semasa SMA) : memiliki watak atau sifat yang terkesan bijaksana dan realistis, namun padahal lebih condong bersifat materialistis. Hal itu tercermin pada percakapan berikut ini:


Ketua  : “Kamu tau kenapa kita tertawa?” (Arifin C Noer, 1968:13)


Uu       : “Nggak.” (Arifin C Noer, 1968:13)


Ketua    : “Karena kita tidak setuju. Kita semua tidak rela kamu sebagai kawan akan mengingatkan jumlah orang-orang miskin di negeri ini.” (Arifin C Noer, 1968:13)


Uu       : “Kok!” (Arifin C Noer, 1968:13)


Ketua    : “Memasuki Jurusan Sejarah atau jurusan atau fakultas-fakultas lainnya yang sejenis adalah sia-sia, karena ditijau dari segi lapangan kerja sangat sempit. Di Republik ini tidak perlu banyak-banyak ahli sejarah. Cukup seorang saja untuk mengepalai satu departemen dengan pelayan sebagai pembantunya. Nah, jelas sekarang? Yang dibutuhkan sekarang adalah tenaga-tenaga yang terampil laksana komputer untuk perputaran roa ekonomi.” (Arifin C Noer, 1968:13)





i.    Tokoh Seseorang (teman Uu yang tidak disebutkan namanya) : memiliki watak materialistis. Hal itu tercermin pada kutipan dialog berikut: “Mudah-mudahan dia insaf.” (Arifin C Noer, 1968:12)





j.      Tokoh Yang Lain (teman Uu yang tidak disebutkan namanya) : memiliki watak materialistis. Hal itu tercermin pada kutipan dialog berikut: “Milih ko daerah gundul.” (Arifin C Noer, 1968:12)





k.    Tokoh Tante (Seli) : adalah tantenya Aa, Ii, dan Uu. Ia memiliki watak yang mudah panik, terkesan berlebihan, namun baik hati dan penyayang.





l.      Tokoh Oom (Bahar) : adalah Oomnya Aa, Ii, dan Uu. Ia memiliki watak yang mudah panik, terkesan berlebihan, namun baik hati dan penyayang.





m.      Tokoh Pembantu : adalah pembantu di rumah Bapak dan Ibu Rustam. Tokoh ini memiliki karakter yang lucu karena latah.





n.        Tokoh Dukun : memiliki karakter yang lucu.





      3.      Alur


Naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer menggunakan alur maju.





      4.      Sudut Pandang


Naskah drama “Aa, Ii, Uu” karya Arifin C. Noer menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal, karena penulis tidak terlibat langsung dalam cerita atau peristiwa namun penulis menjadi seseorang yang serba tahu.





      5.      Gaya Bahasa


a.    Majas Perumpamaan


1)   Bapak : “Karena buat saya orang yang bekerja sia-sia, yang tidak menghasilkan uang berarti pengkhayal konyol. Boleh saja orang semacam itu hidup kalau mereka bisa hidup tanpa usus dan perut besar.” (Arifin C Noer, 1968:10)


  
b.      Majas Hiperbola


1)   Bapak     : “Semut pun tahu itu dan papa tidak akan menanyakan soal itu.


Pertanyaan papa sederhana saja. Kenapa kamu memilih lapangan farmasi?” (Arifin C Noer, 1968:9)


2)      Bapak   : “Artinya membiarkan Uu jatuh kepada pilihan yang keliru! Semua orang mengejar uang dan kamu biarkan Uu mengejar angin yang bernama lamunan sejarah. Sebagai ibu seharusnya kamu menyadarkan Uuu yang baru aiueo itu bahwa sejarah tidak akan pernah menyelesaikan hidup ini. Hanya uang yang punya kemampuan tidak terbatas untuk menyelesaikan apa saja.  (Arifin C Noer, 1968:10)


3)   UU         : “(OS) Di sini ada gunting. Kalau pintu dibongkar saya bunuh diri.”





c.  Majas Ironi (sindiran)


Milih ko daerah gundul.” (Arifin C Noer, 1968:12)





d.    Majas Metafora


1)   Berlin : “Sebagai penutup, marilah kita berdoa agar malam ini Tuhan memberi petunjuk bagi domba kecil yang sesat ini.” (Arifin C Noer, 1968:13-14)


2)   Bapak : “Kalian jangan seperti ondel-ondel. Apa saran kalian?”


(Arifin C Noer, 1968:15)


3)   Tante : “Betul-betul buah simalakama…” (Arifin C Noer, 1968:24)





e.    Majas Anti Klimaks


II            : “Satu minggu. Dua hari saja barangkali dia sudah terkapar sakit. Dia kan sakit-sakitan.” (Arifin C Noer, 1968:20).





f.    Majas Alegori


Bapak : “Itulah sebabnya kenapa Uu ingin masuk Jurusan Sejarah. Uu sangat- sangat dipengaruhi dongeng-dongeng. Otak Uu bagaikan diliputi kabut yang menggelapi istana-istana zaman dahulu.” (Arifin C Noer, 1968:14)





g.    Majas Litotes


Bapak     : “Maafkan saya karena sikap kasar saya, tapi percayalah, kekerasan


saya hanyalah topeng seorang lelaki kikuk yang selalu gagal menyatakan cintanya.” (Arifin C Noer, 1968:28)





h.     Majas Simbolik


Bapak     : “Nasibmu, Sayang sedang diolah di meja perundingan.”


(Arifin C Noer, 1968:30).





i.     Majas Asosiasi


Oom       : “Susah payah namun tetap tabah, Uu menempuh badai tentamen demi


tentamen. Dia memang srikandinya kampus.” (Arifin C Noer,


1968:30)





         6.      Latar atau setting


a.      Latar tempat


Latar tempat yang terdapat pada naskah drama ini yaitu di kamar, kuburan, dan ruang tengah (rumah).


Pada prolog berikut ini menunjukkan setting tempat yaitu di kamar.


“Sandiwara ini dimulai dengan Uu sedang membereskan buku-bukunya, sementara Ibunya sedang menyiapkan tempat tidurnya. Malam sudah lewat jam dua belas.” (Arifin C Noer, 1968:3)





b.      Waktu.


Latar waktu pada naskah drama ini  yaitu pagi, siang, dan malam hari.


Pada prolog berikut ini menunjukkan setting waktu, yaitu malam hari. Sandiwara ini dimulai dengan UU sedang membereskan buku-bukunya, sementara Ibunya sedang menyiapkan tempat tidurnya. Malam sudah lewat jam dua belas.(Arifin C Noer, 1968:3)





c.       Suasana


Setting suasana yang terdapat dalam naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer, antara lain:


1)      Suasana tegang, tergambar ketika Uu memutuskan untuk mengurung diri di kamar dan mogok makan. Hal itu tercermin pada dialog berikut ini:


UU      : “(OS) Jangan main tipu. Uu bisa lebih nekat.


Bapak  : ”Jangan gegabah, Ii.”


UU      : “(OS) Papa.”


Bapak  : “Ya, Sayang.”


UU      : “Uu haus.”


Bapak  : “Segera papa bawa minuman, Sayang. Buka dulu pintunya.”


UU      : “Ngga mau.”


Bapak  : “Nanti kamu mati kehausan, Sayang.”


UU      : “Biar.”


2)      Suasana hening tergambar ketika sang Dukun sampai di rumah Oom dan Tante.





      7.      Konflik


Awal mula konflik yaitu ketika Uu memberitahu ibunya bahwa ia ingin masuk jurusan sejarah dan menjadi ahli sejarah. Lalu sang ibu (tokoh ibu) memberitahu kepada tokoh bapak tentang keinginan Uu tersebut, namun tokoh Bapak menolak dengan keras dan tegas bahwa Uu tidak boleh masuk Jurusan Sejarah dan menjadi Ahli Sejarah seperti yang diharapkan Uu. Hal itu karena tokoh Bapak mempertimbangkan dari segi komersialnya, bahwa menjadi ahli sejarah tidak akan menjamin kehidupan seseorang. Sampai pada akhirnya tokoh ibu dan tokoh bapak tenggelam dalam perdebatan.


Perdebatan itu tercermin pada dialog, berikut ini:


Bapak    : Kamu betul-betul kurang memahami zaman sekarang.  Doktoranda apapun memang sama, tapi nilai komersialnya berbeda-beda. Insinyur juga macam-macam dan boleh dikatakan sama tingkatannya satu sama lain, tapi tetap masing-masing memiliki nilai komersial yang berbeda beda.” (Arifin C Noer, 1968:6)


Ibu         : “Uu kan perempuan. Sudah untung dia mau sekolah sampai tinggi. Jadi biarkan saja dia maunya apa.” (Arifin C Noer, 1968:6)


Bapak    : “Zaman sekarang tidak mau membedakan lagi mana perempuan mana laki, apalagi dalam soal pendidikan. Jangan berpikiran kolot dong.(Arifin C Noer, 1968:6)


Ibu         : “Saya kira saya tidak kolot. Waras. Coba saja. Misalnya Uu betul-betul jadi ahli sejarah yang kata kamu tidak komersial itu, yang tidak menghasilkan uang itu, apa akan mengubah nasibnya sebagai seorang istri kelak?” (Arifin C Noer, 1968:6)


Bapak    : “Makin banyak kamu bicara makin kelihatan kamu bodoh”. (Arifin C Noer, 1968:6)



Perdebatan selanjutnya tercermin pada dialog berikut ini:


Bapak    : “Yak! Zaman sekarang memang zamannya pedagang, dan zaman yang akan datang…” (Arifin C Noer, 1968:9)


Ibu         : “… zamannya robot-robot dan angka-angka. Menjijikan sekali.” (Arifin C Noer, 1968:9)


Bapak    : “Kamu boleh bilang menjijikan tapi yang pasti bukan zamannya pengkhayal- pengkhayal.” (Arifin C Noer, 1968:9)


Ibu         : “Mulai ngaco. Bagaimana bisa kamu menyebut ahli sejarah sebagai pengkhayal?” (Arifin C Noer, 1968:9)


Bapak    : “Karena buat saya orang yang bekerja sia-sia, yang tidak menghasilkan uang berate pengkhayal konyol. Boleh saja orang semacam itu hidup kalau mereka bisa hidup tanpa usus dan perut besar.” (Arifin C Noer, 1968:10)


Ibu         : “Terserah kamu mau omong apa tapi saya tetap berpihak kepada Uu!” (Arifin C Noer, 1968:10)


Bapak    : “Artinya membiarkan Uu jatuh kepada pilihan yang keliru! Semua orang mengejar uang dan kamu biarkan Uu mengejar angina yang bernama lamunan sejarah. Sebagai ibu seharusnya kamu menyadarkan Uuu yang baru aiueo itu bahwa sejarah tidak akan pernah menyelesaikan hidup ini. hanya uang yang punya kemampuan tidak terbatas untuk menyelesaikan apa saja.”  (Arifin C Noer, 1968:10)


Ibu         : “Uu berhak memilih dan saya juga punya hak untuk berpihak.” (Arifin C Noer, 1968:10)


Bapak    : “Mulai keras kepala.” (Arifin C Noer, 1968:10)


Ibu         : “Sejak tadi kita sudah keras kepala. Sejak tadi kita pelotot- pelototan dan tidak diskusi.” (Arifin C Noer, 1968:10)





Perdebatan berlanjut ketika Aa dan Ii hendak bangkit dari tempat duduknya, berniat menghindari perdebatan yang terjadi antara ibu dan bapaknya, namun sang bapak melarangnya.


Bapak    : “Persis. Karena kita sadar bahwa Uu keliru, kita berkewajiban menyadarkannya. Tapi mamamu bersikap lain.” (Arifin C Noer, 1968:10)


Ibu         : “Tapi Uu menyukai jurusan itu dan kenapa kita mesti keberatan?” (Arifin C Noer, 1968:11)


Bapak    : “Kita keberatan karena pilihannya itu tidsk sksn membuahkan keuntungan buat dirinya.” (Arifin C Noer, 1968:11)





       8.      Amanat


Naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer mengandung amanat bahwa tidak baik memaksanakan kehendak kepada anak. Jika anak ingin menjadi Ahli Sejarah, sudah sepatutnya sebagai orang tua mendukung, menfasilitasi, serta memberi semangat dan motivasi kepada anaknya tersebut.





  
3.3  Analisis Naskah Drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer menggunakan Pendekatan Mimetik


Dikisahkan bahwa dalam naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer, tokoh Bapak menentang keras keinginan anaknya untuk mengambil Jurusan Sejarah karena ditinjau dari segi materil. Dalam kehidupan nyata di masyarakat, memang kondisi seperti itu sering terjadi, yaitu konflik antara anak dengan orangtua, karena keinginan orangtua yang tidak sesuai dengan keinginan anak, ataupun sebaliknya.


Naskah drama  “Aa Ii - Uu” karya Arifin C. Noer juga menceritakan tentang perbedaan pola pikir antara suami istri. Bahwa tidak selamanya sudut pandang atau cara berpikir seorang suami selalu sejalan dengan istri.  Dalam naskah ini diceritakan bahwa terjadi perdebatan antara Bapak Rustam dengan Ibu Rustam. Bahwa Bapak Rustam tetap melarang Uu masuk Jurusan Sejarah, sedangkan Ibu Rustam tetap mendukung cita-cita dan keinginan Uu.


Naskah drama  “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer mengisahkan bahwa Aa yang merupakan anak pertama mengambil Jurusan Ekonomi, Ii yang merupakan anak kedua mengambil Jurusan Farmasi, sedangkan Uu berkeinginan untuk mengambil Jurusan Sejarah. Hal itu menunjukkan bahwa tidak selamanya dalam satu keluarga bahkan adik dan kakak sekalipun minat dan bakatnya sama. Dalam kenyataannya pun memang dalam satu keluarga bakat dan minat terkadang berlawanan. Bahkan dari segi kecerdasan dapat berbeda, misalnya kakak pintar dan adik bodoh, kakak rajin dan adik malas, dan sebagainya.























BAB 4


PENUTUP



4.1    Simpulan


Kesimpulan yang bisa diambil dari makalah ini, diantaranya adalah:


1.      Drama mempunyai dua arti, yaitu drama dalam arti luas dan drama dalam arti sempit. Dalam arti luas, pengertian drama adalah semua bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dalam arti sempit, pengertian drama adalah kisah hidup manusia dalam masyarakat yang diproyeksikan ke atas panggung.


2.    Pendekatan mimetik adalah adanya anggapan bahwa sebuah karya sastra merupakan tiruan alam atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia di semesta raya ini.


3.    kajian naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer dengan menggunakan pendekatan mimetik, yaitu:


a.       adanya konflik antara orang tua dan anak dalam kehidupan keluarga. Begitupun dalam kehidupan nyata, hal itu pasti terjadi.


b.      perbedaan pola pikir antara suami dan istri. Bahwa tidak selamanya sudut pandang atau cara berpikir seorang suami selalu sejalan dengan istri. Hal itupun bisa kita temui di kehidupan nyata.


c.       tidak selamanya dalam satu keluarga bahkan adik dan kakak sekalipun minat dan bakatnya sama. Dalam kenyataannya pun memang dalam satu keluarga bakat dan minat terkadang berlawanan.





4.2    Saran


Saran yang bisa dikemukakan penulis setelah menganalisis naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer dan membuat makalah ini adalah hendaknya menghindarkan konflik dalam kehidupan berkeluarga, entah itu antara orang tua dan anak, suami dan istri, ataupun sesama saudara. Kemudian juga jangan pernah memaksakan kehendak, karena setiap orang mempunyai jalan hidupnya masing-masing dan akan berakibat tidak baik jika kehendak itu dipaksakan.










DAFTAR PUSTAKA

















Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Naskah Drama Aa - Ii - Uu Karya Arifin C. Noor Menggunakan Pendekatan Mimetik"

Posting Komentar