Kumpulan Puisi Dorothea Rosa Herliany



Kumpulan Puisi Dorothea Rosa Herliany - Assalamu’alaikum… selamat pagi, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan di pagi ini saya akan mencoba berbagi tentang kumpulan puisi Dorothea Rosa Herliany. Langsung saja ya….

Dorothea Rosa Herliany, lahir di Magelang, Jawa Tengah, 20 Oktober 1963) adalah seorang penulis dan penyair Indonesia.

Setamat SMA Stella Duce di Yogyakarta, ia melanjutkan pendidikan ke Jurusan Sastra Indonesia, FPBS IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta (kini Universitas Sanata Dharma) dan tamat dari sana tahun 1987.

Ia mendirikan Forum Ritus Kata dan menerbitkan berkala budaya Kolong Budaya.  Pernah pula membantu harian Sinar Harapan dan majalah Prospek di Jakarta. Kini ia mengelola penerbit Tera di Magelang.

Ia menulis sajak dan cerpen. Kumpulan sajaknya: Nyanyian Gaduh (1987), Matahari yang Mengalir (1990), Kepompong Sunyi (1993), Nikah Ilalang (1995), Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999), dan Kill the Radio (Sebuah Radio, Kumatikan; edisi dwibahasa, 2001). Kumpulan cerpennya: Blencong (1995), Karikatur dan Sepotong Cinta (1996).



PLEDOI ULAT
mungkin mesti begini, ulatulat itu membangun
kepompongnya. melipatlipat daun: percaya takakan
direbahkan ke bumi, sebelum segala mimpi usai.

kau sendiri kadang tertawatawa. hidup yang
terlampau sederhana. seperti ulatulat itu
: melipatlipat kitab, mencaricari tuhan
di antara suara dan cahaya!

tapi ulatulat itu, abadi dalam kesederhanaan liur
yang merenda. bertapa dalam kesunyian cahaya.
menuliskan perjalanan tak teraba!

(1989)




KEMATIAN KEPOMPONG
engkau ikut dalam arakarakan itu. menuju
rumahcinta yang tak berpintu. aku yang mengusung
dan kitagali liang buat dirisendiri. doadoa lupa
dibacakan: tibatiba terucapkan amin yang
berkepanjangan.

engkau melayat: tubuhmu sendiri, tersesat, saat
bertapa. tetapi pesta memang teramat sederhana.

kita berdua minggir ke sudutsudut, dan bercakap
entahapa. tibatiba kita bercinta. bersetubuh
dengan kekosongan, alangkah siasia. kubelit
nafasmu dengan juntaianrambut dari ludahku.
tetapi kita bercinta: melengkapkan kenikmatan
senggama. sebelum musim berziarah keburu tiba.

kita berdua minggir. sampai tepi yang paling tepi.
dan engkau tersesat saat bertapa. tibatiba. tapi,
sungguh, kita sempat bercinta: dalam temparatur yang gila!

(1991)




MEREKA MEMBANGUN SUNGAI
mereka membangun sungai pada kepalanya, kata
seseorang, agar hanyut kalimatkalimat dalam
fikirannya menuju bendunganbendungan yang
ditunggui orangorang kosong. untuk memperebutkan
rumusrumus dan kesimpulan yang mengasingkannya
dari kemanusiaan, kata yang lain. agar tercipta
makhlukmakhluk baru yang pongah dengan
hurufhuruf dan angkaangka membungkus
harinurani. sehingga bumi yang purba membangun
kepompongnya pada kanvas sunyi, kata seseorang.

agar orangorang meninggalkan arti debu, kata yang
lain. agar orangorang meninggalkan arti hujan dan
matahari. agar orangorang tak paham bunyi angin.
agar orangorang tak tahu kediaman batu. agar
orangorang ...

mereka membangun sungai, membangun
bendunganbendungan,
membangun orangorang kosong, muara, air, dan
kebisuan suarahalus dari mulutmulutnya, kata
seseorang yang menamakan dirinya nabi. orangorang
telah meninggalkan kefanaan, desahnya.

mereka membangun sungai dalam fikirannya. dalam
hatinuraninya. agar orangorang tak paham kediaman
ayatayat yang terbaca. agar orangorang ...

(1991)




IBADAH SEPANJANG USIA

kalimatkalimat yang kauucapkan
berguguran dalam sahadatku. inilah
kidung yang digumamkan!

berapa putaran dalam sembahyang langit.
tengadah di bawah hujan yang menaburkan
ayatayat tak pernah dibaca.

aku tak menemu akhir sembahyangku
yang gagap. lilinlilin tak menyala
dalam ruangan tanpa cahaya. gema mazmur
yang disenandungkan dari ruang mimpimu
beterbangan dalam tidurgelisahku. dan
kotbah yang sayup, bertebaran dari
mulutmulut kesunyian.

telah kautabuh loncengmu? sembahyangku
tak juga menemu akhir.

(1992)



  
LAGU ASING DARI DESA KE DESA
di atas gerobak kuhitung mesin dan listrik
yang membagibagikan kekosongan kepada
semuaorang
malaikatmalaikat menyebarkan kebencian. sawahsawah
dan gubukgubuk tibatiba berubah gumpalan kertas.
kubakar: jadi tanahair bagi bayangbayang.

sepanjang gang orangorang berjaga. tangantangan
kurus mencabikcabik tanah bagi jantungnya sendiri.
sebuah semesta: jutaan rumah tanpapenghuni.

kubakar kesedihanku. kertaskertas mengetik
sendiri hurufhuruf melulu tanda. melulu segala
tandabaca. kubakar kesunyian ruhaniku.

di gerbanggerbang desa kuhitung bayangbayang
yang terpatahpatah. kusihir: menjadi jarijari
yang selalu ingin menuliskan ribuan kalimat
tak terbaca.

(1992)




LAGU ASING DI SAWAH SAWAH

dari tanah yang sama kugali sumur
yang meluberkan madu. kuhisap dan kukunyah
segalasisa akar segalapohon. kusemburkan
ke langit, menjadi kawananlebah.

sengat dan bisa berlepasan mencari tubuhku
yang bergumpalan asinairmata. tangisan
menggugurkan musim. mengusung angin dan
bautanahrindumusimtanam.

kugali sumur. tempat terakhir bagi petani
membongkar musim yang menetes darah dari
keringat sendiri.

(1992)




MISA SEPANJANG HARI
setelah letih merentang perjalanan, kita sampai
di perempatan sejarah. menghitung masasilam
dan merekareka masadatang. segala yang telah
kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan
dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan
doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau
kembali pulang.

katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis
dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu
menawar dahagamu yang terlampau kental.
engkauimani
taubatku yang mengering di antara dengkur dan
igauan.
tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang.
di antara mazmur dan suara anggur dituangkan.
di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan
sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu.

ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat
si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri.
pejalan beriringan di antara gang dan musim yang
tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah
jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang
lupa kukemasi.

(1992)




NELAYAN TERSESAT
"sampanku tersesat di sebuah negeri terbuka,"
jerit seorang nelayan kecil dan papa.
"di manamana pintu. siapa pun bebas memasukinya."
(ikanikan merubung dan ternganga).

nelayan kecil itu bagai telah terbebas
dari sebuah lorong tertutup dan gelap.
dindingdinding memantulkan sakit
dan nestapa.

"berkatalah, dan mereka akan mendengar," ia
berkata. "bukalah mulutmu, dan tangantangan
tergapai menyalammu." (ikanikan merubung
dan ternganga).

"sampanku tersesat di sebuah negeri terbuka.
mereka akan mendengar harapan dengan tegursapa.
untuk apa kail, sebab banyak mulut yang sedia
menjadi wakil untuk membunuh rasalapar kita."
(ikanikan merubung dan ternganga).

seorang nelayan kecil dan papa. matanya tak
cukup tajam untuk merabaraba. hatinya terlalu
teduh buat keisengan tegursapa. dadanya terlalu
terbuka buat harapanharapan.

kebisuan dindingdinding langit yang dingin
mendesis dan meronta. derita terkibas
sayapsayap emasnya.

(1992)




NIKAH ILALANG
engkau nikahi ilalang. berumah di negeri
semaksemak. diamlah dalam kemerisik angin
yang mengecoh cakrawala.

tapi orangorang lalu melayat padamu. terasa
kelam perkawinan dan pesta syahwat. engkau
butuhkan bungabunga ditaburkan. doadoa
penghabisan, dan ziarah bertubitubi.

engkau nikahi ilalang. luas kebun luas bumi
luas langit luas jagat batinmu. engkau
nikahi kesunyian yang ditinggalkan abadabad
nanti. berkumur cabikan tanah kering dan
pestisida. berkumur jagat hewankecil yang
mencari rumahrumah dalam tangis dan sekarat.

(1992)




NIKAH LAUT
garamgaram itu kauperas dari keringat
nelayan. akupilih ikanikan dari persetubuhannya
dengan laut. sama asinnya dengan kecemasan
takusaiusai.

kita menunggu di puncak karang. dalam debur
ombak dan nafasnya. menyaksikan pertemuan langit dan laut yang terjaring jalajala.

inilah perkawinan yang sempurna!

(1992)




NIKAH PERKAMPUNGAN
dengan sadar, aku kawini rumahrumah kardus.
tanpa cincin kawin, selain kemiskinan dan
ilmudaurulang. tanpa perjamuan, selain wabah
dan ilmutatakota. tanpa nyanyian pengiring,
selain ketergusuran hewanhewan jelata.

dengan sadar, aku nikahi dunia yang gelisah.
sambil kuganti doa jadi harapan. kuganti
janji jadi ratapan.

kunikahi jaman yang sekarat minta susu.
pengantin yang takpernah kunikahi, tapi
minta menetekku dengan bahasa ketakutan.

(1992)




NIKAH PISAU
aku sampai entah di mana. berputarputar
dalam labirin. perjalanan terpanjang
tanpapeta. dan inilah warna gelap paling
sempurna. kuraba gang di antara sungai
dan jurang.

ada jerit, serupa nyanyi. mungkin dari
mulutku sendiri. kudengar erangan, serupa
senandung, mungkin dari mulutku sendiri.

tapi inilah daratan dengan keasingan paling
sempurna: tubuhmu yang bertaburan ulatulat,
kuabaikan. sampai kurampungkan kenikmatan
sanggama. sebelum merampungkanmu juga
: menikam jantung dan merobek zakarmu,
dalam segala ngilu.

(1992)




NIKAH SUNGAI
Engkau bawakan aku bunga-bunga. di sini pasir,
semak dan lumut melulu. kadang bauan busuk
dan bahkan bangkaibangkai. kepiting tak
menyisih menyambutku.

di mana ruang yang kausediakan buatku?
buat percintaan mahadahsyat. buat pertempuran
takusaiusai. nafsu yang senantiasa membuahkan
kebencian dan bencana.

aku rebah di tanah basah. mengandung
racun dan beranak peradaban kering nurani.

(1992)




NYANYIAN ANAK ANAK BERMAIN
dari sumur yang sama kutimba darah dan
keringat semuaorang. kusaring kebekuan, lalu
kutiup: menjadi bulan.

cahaya menyelinap antara rindangperadaban.
masihkah kaubutuh bayangbayang?

kuikat purnama dengan lidahku, setelah letih
memeras darah dan keringat sendiri. kukembalikan
bagi langitsuwung.

tibatiba mendung. bulan kehilanganbayang.
kupanggil anakanak. biar menadah airmata
sendiri.

(1992)




PARA PENGEMBARA
kutempuh perjalanan dalam lagulagu dan
notasi-notasi bungkam: dalam kegagapan. setelah
lelah kita berdesakdesakan. berderetderet menunggu
di depan loket. begitu setia menunggu.

kau tak henti mengurai senandung kecemasan. dalam
gerit pintu yang tak terkunci. sampai jam dan
dindingdinding mengetukkan panggilan. kita masih
menghitung beban dan panjang igauan.

(1992)




REQUIEM BAGI KEPOMPONG YANG TAK SEMPAT BISA TERBANG
di sinikah tepi bagimu, ketika segalanya berubah
abu. tinggal asap. kau tak mampu menyingkapkan tirai
tipis itu. debur laut makin jauh. melongokmu.
di sinikah tepi bagimu?

mulutmulut masih bercerita: apa arti kenangan bagi
benang yang tak rampung kaupintal? semua
menyisipkan bungabunga pada katakatanya. masih
kebohongan dan kepalsuan yang melepaskanmu.

di sinikah tepi bagimu, laut tak memberikan garam.
tapi matahari menyebarkan asing siang yang terik.
keringatkeringat pertentangan. tendangmenendang
kehidupan yang disyahkan. sebuah kota sebelum ajal.
di sinikah tepi bagimu?

sebuah stasiun bisu. gerbonggerbong jadi keranda.
bergerit dalam ngilu. kehitaman lokomotif dan dengus
: batuk dalam darah di dadamu! kehidupan inikah
tepi bagimu.

tilgram tak terbaca di mejaku. kadokado
belasungkawa tak pernah dikirimkan. duka sudah
habis. juga pada tokotokoswalayan. tinggal harapan
pada pantat lalat yang terpeleset kilau keangkuhan lelaki
di belakang loket.

menontonlah kita di kejauhan!

(1992)




PENGANTIN YANG TERBARING
kaubaringkan diriku di atas tanah. betapa
fana gairah yang meletupkan kebencian. dan
aku mabuk bercumbu dengan pikiran sendiri.

seperti inikah kenikmatan senggama?
kita tebar ribuan benih yang menjamurkan
kebencian dan kecewa. gemeretak bunyi tulang
yang membajak tanah kering dan batu bebukitan.
kecipakair dalam sungai tanpa arus. tak
ke manamana.

seperti inikah? kaubaringkan diriku di atas
tanah. dan nafasku menyebarkan aroma yang
dihirup para serangga. dan mengembunkan uap
yang menyejuki cacingcacingtanah dan ulatulat.

(1993)




METAMORFOSE KEKOSONGAN
seperti inilah, aku letakkan ranjang dalam dadamu.
kujadikan ronggarongga sempit itu kamarcintaku.
suatu hari nanti, akan berjejal lagulagu dan tangisan.
rintihan kecil dan jeritan tibatiba. dan kaukirim aku
ke tanahasing: dengan dentum dan suaraangin dari
nafasmu.

seperti inilah, aku letakkan tempat sampah dalam
otakmu. kujadikan gumpalan zat itu suduttakberguna.
suatu hari nanti, akan berjejal entahapa. telah sesak
ruang sempit itu oleh rencanarencana dan bencana.

tadi, kita telah berkhianat dengan cinta. kau ledakkan
aku dengan zakarmu. kuletakkan ulatulat di sana.
sampai
saatnya nanti, siap memangkas daunhatimu.

seperti inilah kita: merenda kemungkinankemungkinan.
suatu hari nanti -dalam otakmu, dalam dadamu,
dalam perutmu- kutanami bangkaibangkaiulat. suatu
hari nanti, akan kaupanen kupukupu.

(1993)




STASIUN TAK BERNAMA
akhirnya kita akan bertemu di garis yang sama.
di lengkung langit hitam dan bukitan berkabut.
di tanahtanah bergelombang, dan gurun yang
berhutankan epitafepitaf. engkau ukur
seberapa jauh yang sudah kita tempuh dengan doa
dan dosa, seperti keledai yang kecapaian, merangkak
dalam dengus dan mata terkatupkatup.
tubuh yang payah ini meneteskan keringat dan darah.
membasuh wajah letihmu. seperti matahari, mengucak
cahayanya dari mega yang usil!

kesabaran kita membeku di pintu peron. relrel
memanjang dan dingin. seperti itulah waktu yang
mengurungmu dalam lantunan lagulagusumbang.
tembang perkutut dan desis ularular melata di hatimu.
mengelupas sisiksisik dan bisa yang mengerak
di dindingdinding hati. waktu dan ruang yang
berdesakan dalam menunggu. barisbaris gerimis
di kaca dan suram cahaya menembus kesunyian
yang kita dekap.

di atas rel yang hitam itu kerandakeranda diusung
ke rumahrumah yang tak kitatuju. kubayangkan para
gembala menggiring dombadomba hitam,
pulang senja.
mereka mengurai syairsyair kesedihan dan lagulagu
kehilangan. pulang, entah ke mana.

dan di sini kita mengukur waktu, sebelum
lokomotif itu menyeretmu. gerbonggerbong
berderit dalam ngilu. lalu
mendadak kita tergagap: tibatiba menemu jalanbuntu.
kita sampai pada dindingwaktu
yang tak bosan menunggu.

(1993)



TIDUR BERDIRI DI SEBUAH PLAZA
bunga yang kutanam dalam tidurku, tumbuh
dalam potpot yang takjadi kulukis, daundaunan
mengembang. halaman semaksemak telah berubah
taman. rumahku dalam etalase.

berpasangmata mengancamku! kemudian seseorang
mengguyurkan hujan dari sebotol vodka. mabukmu
mendidih. mengucapkan katakata sampah, dan
berubah peradaban!

(1993)




N.B.
seperti kalau kita berjalan di pusat perbelanjaan,
di pinggirpinggir toko dan kaki lima
segalanya menggoda kita untuk melihat: dengan nyata!
hanya lemari kaca dan etalase, kalau saja kita
bukanlah sekelompok orang renta dan tua dengan mata rabun
atau si buta dengan tongkatnya.
segalanya begitu nyata!
atau kalau saja kita bukan bayi yang berjalan merangkak
atau anakanak usia bermain yang hanya tergoda kegembiraan.

apa yang tak terlihat?
bahkan suara orangorang gelisah sepanjang jalan
dan rengekan pengemis yang lapar.
lagulagu sumbang pengamen, atau bahkan, kalau bisa bersuara,
bisikan sedih sesuatu yang dijajakan itu...

tetapi kita tidak melihat apapun. seperti kalau kita berjalan
di ruangruang tanpa cahaya. bahkan ledakan bom dan
tembakan meriam tak bisa kita dengarkan.

(Jakarta, 1999)



BANYAK SIMPANG, KOTA TUA: MELANKOLIA
1.
selalu, setiap perjalanan keluhkesah itu
kau tak ingin sampai, di atas andong kau
bertanya siapa di antara kita kusirnya
kau tak ingin sampai, di setiap tikungan
membaca arah angin dan namanama gang.

orangorang, selalu seperti memulai hari
berangkat dan pulang, bergegas, dan entah siapa
memburu dan siapa diburu.
kita pun melangkah di antara perjalanan keluhkesah.
dan selalu gagal membaca arah.

2.
ada yang selalu mengantarmu ke segenap arah,
desa demi desa, tapi akhirnya
kau hanya sendiri di atas catatan duka
di deretan hari, mengapa selalu kau buka buku harian
:sebab katamu, kenangan itu racun.
hari ini aku melihat wajahmu
seperti patungpatung gerabah di Kasongan.
lalu hatiku tertawa, mengejek kenyataan hidup.
sebab masa lalu itu racun, dan kita
bersenangsenang atas kesedihan hari ini.
maka, jika rindu, pulang saja ke hotel, dan gambarlah
rumah dan hirukpikuk kotamu yang angkuh.

3.
kutunggu engkau di stasiun, beberapa jam usiaku hilang,
kutunggu sepanjang rel dan bangkubangku yang bisu.
kuingin Yogya, untuk seluruh waktu senggangmu,
sebab hidup mesti dihitung dan setiap tetes keringat
dan untuk itulah aku menanggalkan detik demi detik usiaku?
kutunggu engkau di stasiun, hingga detik menjadi tahun.

4.
kukira Joan Sutherland dan Mozart dalam Die Zauberflote.
tapi seorang perempuan kecil meminta sekeping uang logam,
dan menyanyikan kesedihan yang membeku di matahari terik
dan aspal membara,
tak selesai, ya, memang tak pernah selesai.
hanya mulutnya yang bergerakgerak di luar kaca
dan suara mencekam Sutherland.
Yogya semakin tua, dan dimanamana kudengar
ceritacerita kesedihan.
tapi di pasar Ngasem, engkau bisa membeli
seekor burung yang tak henti berkicau,
dan menjadi begitu pendiam saat kaubawa pulang.

5.
sebuah surat kutemukan di Malioboro,
tampaknya seorang gadis telah patah hati,
dan mencari kekasihnya di etalaseetalase
dan di antara tumpukan barangbarang kaki lima,
tak kutemu, di seluruh sudut kota ini pun tak ada
bayangbayang kekasih itu.
kutemukan surat itu, dan kukirimkan kembali
entah ke mana, suatu hari kau menemuiku,
dan membawa segenggam surat hitam: tak beralamat,
tapi kau tak pernah membacanya,
dan aku menulis kembali surat demi surat tak beralamat
dan tak kukirim ke manapun.

6.
rindu kadang menyakitkan
tapi apa yang disembunyikan kota lama ini?
seseorang tak ingin pergi
dan membangun sebuah rumahsiput.
seseorang tak ingin pergi
dan mencatat berderet peristiwa
untuk menjadikannya hanya kenangan.

(Yogya, 1999)




SEBUAH RADIO, KUMATIKAN
fragmen ke 22

ada yang mengirim untukmu seuntai cinta: duka yang manis
menyelinap lewat lubang kunci jendela, atau desis yang ngilu,
atau entah apakah - segala warna kelabu yang pucat seperti mayat,
ada yang mengucapkan salam lewat detak jantungmu.

kita masih bersidekap, rindu tua mengaliri darah keruh
yang mengalir lewat erangan dan teriakan tersangkut pejammata,
lalu dengus kecil - aku mengusap keringat di lehermu.

kubawa sekeranjang cinta yang kusut seperti daundaun tua yang layu.
engkau biarkan ada yang menyusup, entah, mungkin lewat lubang kunci,
atau lewat dengusmu: senandung itu terdengar
sampai tengah malam, jendelajendela kembali tertutup.
ada yang mengucapkan salam manis, dan segala omongkosong
di senggang waktu.

(Magelang, 1999)




SEBUAH RADIO, KUMATIKAN
fragmen ke 23, kepada XG

mungkin yang kaudengar tadi cuma kepak burung,
ada yang ingin lepas dari sangkar, ingin terbang pulang
ke rimba, pulang ke angkasa lepas, biarpun ia tahu
telah menunggu segerombolan predator dan pemburu.

tak perlu berdebat lagi, kita bertukar saja tempat,
sangkar itu kosong, dan kita bikin ranjang untuk kantuk
yang tertunda.

sebenarnya, apakah yang kita perebutkan?
hingga kuyup tubuh ini, hingga letih kita, oleh
keinginankeinginan kosong.

sesungguhnya kita hanya ingin berebut tempat
dalam sehalaman buku sejarah, yang mungkin
hanya akan kita tulis dan kita baca sendiri,

(Jakarta, 1999)




SEBUAH RADIO, KUMATIKAN
--fragmen ke-25

malam sudah amat jauh, tapi siapa yang masih sibuk
bercakap tentang waktu. aku diam saja. telingaku membatu
--masih terus kau bercakap tentang segala sesuatu itu.

di luar sana gonggongan anjinganjing liar. mungkin
segerombolan hantu dan ketakutan. atau kebencian merambat
lewat gorden, dan mengintipmu

jadi, kau mendengar apa saja. kau melihat apa saja.
mengapa meringkuk dalam selimut kecemasan itu?




TELEGRAM GELAP PERSETUBUHAN
kukirim telegram cinta, untuk sesuatu yang deras, mengalir ke ubun,
yang ganjil, yang kucari dalam ledakanledakan. yang kutemukan
dalam kekecewaan demi kekecewaan.

kukirim beratus teriakan kecil dalam gelombang tak berpintu.
membenturbentur dinding dan kesangsian. kuberikan berdesimal
ciuman bimbang. sampai hangat membakar dari mata terpejamku.

kukirim sebaris telegram cinta: lewat lelehan keringat dan
dengus nafas liarku. yang menyisakan sebaris kalimat bisu
dalam gelembung racun kebencian.
dan setelah itu kutulis cerita cabul yang memualkan,
tentang seekor kelinci lemah berbaju gumpalan daging
dalam sederet langkah "the man with the golden gun."
kukirim ke alamat persetubuhan paling dungu.

mengapa kaukutuk kesenangan kecil ini. sambil kausembunyikan
lolongan anjing dan ringkik kuda sembrani dalam berhalaman kitab
atau berbaris grafiti di dinding luar menara.

diamlah dalam kelangkangku, lelaki.
sebelum kaukutuk sebagian fragmen dalam cermin bekumu,
sebelum aku menjadi pemburu sejati: untuk membidikkan panah
yang kurendam racun beratus ular berbisa.
dan kibas jariku melemparkan bangkaimu
ke lubuk senyum nikmatku paling dungu.

(Februari, 2000)




TEMBANG DI ATAS PERAHU
seperti di atas perahu kecil sendirian
aku terombangambing ombak kecil dalam tubuhku
jika aku terlelap, kumimpikan pangeran dengan jubah berderai
dan rambut mengurai beribu kalimat dengusnya yang dusta.
kulihat pancuran dari pedangnya yang panjang dan gagah.
kutiup terompet gairahku dalam tetembangan dari tanah jauh.
alangkah ngelangut. alangkah deras rindu tanpa alamat.
alangkah sunyi dan palsu impian.

seperti di atas perahu kecil sendirian
aku terjaga. tak teratur napasku. mencari beribu nama
dan alamt. dalam berjuta situs dan bermiliar virus. berbaris
cerita cabul pesanpesan asmara yang memualkan.

aku sendirian, seperti lukisan perempuan di depan jendela
: memandang laut biru di batas langit. sambil membendung
badai dan ombak yang mengikis karangkarang.

(Februari, 2000)




PEREMPUAN BERDOSA
perempuan itu memikul dosa sendirian, seringan jeritannya
yang rahasia: berlari di antara sekelebatan rusa yang diburu segerombolan serigala.
kautulis igaunya yang hitam, mengendap di bayang dinding
tak memantulkan cahaya.

perempuan itu melukis dosa yang tak terjemahkan
ia tulis rahasia puisi yang perih dendam dalam gesekan rebab.
lalu ia hentakkan tumit penari indian yang gelap dan mistis.

segerombolan lelaki melata di atas perutnya.
mengukur berapa leleh keringat pendakian itu.
sebelum mereka mengepalkan tinjunya
ke langit. dan membusungkan dadanya yang kosong:
mulutnya yang busuk menumpahkan ribuan belatung dan ulatulat.

perempuan itu membangun surga dalam genangan air mata.
menciptakan sungai sejarah: sepanjang abad!

(Februari, 2000) 


Demikian postingan pada pagi ini, semoga bisa bermanfaat bagi yang sedang mencari kumpulan puisi Dorothea Rosa Herliany. Wassalamu’alaikum….

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kumpulan Puisi Dorothea Rosa Herliany"

Posting Komentar