Sinopsis Novel I Swasta Setahun di Bedahulu Karya A.A. Pandji Tisna



Sinopsis Novel I Swasta Setahun di Bedahulu Karya A.A. Pandji Tisna - Selamat siang selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan ini saya akan berbagi Sinopsis Novel I Swasta Setahun di Bedahulu Karya A.A. Pandji Tisna yang diterbitkan oleh balai pustaka pada tahun 1938.

I Swasta merasa kelelahan setelah berjalan jauh dari Manasa. Ia pun beristirahat di sebuah kandang kuda di tepi jalan. Tak lama kemudian ia tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi didatangi oleh lelaki tua yang menggendong seorang anak perempuan. Lelaki itu meminta tolong kepada I Swasta agar menyatukan dirinya dengan anak perempuan itu. Tetapi I Swasta tak tahu apa yang dikatakan oleh lelaki tua itu, karena bahasa itu sangat asing baginya. Lalu lelaki itu terlihat marah dan meraba telinga dan mulut I Swasta mengira bahwa I Swasta tuli dan bisu. Kemudian I Swasta terbangun dari tidurnya, ia merasa heran dengan mimpinya. Lalu tba-tiba ia mendengar suara auman harimau di sampingnya, harimau itu berwarna hitam dan besar. Harimau itu berusaha menangkap I Swasta lalu harimau itu hampir merobohkan kandang kuda dan membentuk sebuah lubang. I Swasta dan harimau itu bertarung sengit hingga akhirnya harimau itu pun mati dan ia pun pingsan.

Ketika I Swasta siuman kembali didapatinya orang-orang mengitarinya, ramai dan semua orang memuji keberaniannya. Datanglah I Jadara yang mendapat perintah dari Maharaja Putri untuk membunuh harimau tersebut tetapi didahului oleh orang lain yang ternyata adalah sepupunya sendiri. Maka berangkatlah mereka berdua ke Turunyan. Di perjalanan mereka bertemu dengan Maharaja Putri yang mau sembahyang di Pura, mendengar kabar bahwa harimau telah dibunuh ia sangat senang dan mengangkat I Swasta sebagai kepala pengawalnya dan diberi gelar I Semarawima dan memaafkan I Jadara yang gagal membunuh harimau. Sejak menjadi pengawal I Swasta berkenalan dengan Ni Nogati dan jatuh hati kepadanya. Di sana pula ia bertemu dengan Arya Bera, seorang pengkhianat, pendengki dan pendendam yang sejak lama membenci I Jadara dan juga mencintai Ni Nogati. I Swasta pun melanjutkan perjalanannya ditemani oleh I Jadara.

Di perjalanan mereka bertemu dengan I Nogata adik Ni Nogati, yang memanjat pohon cemara, tak disangka rombongan Maharaja Udayana beserta istrinya Maharaja Putri melewati pohon cemara tersebut. Karena takut, I Nogata turun terburu-buru sehingga jatuh dan menimpa kuda sang Maharaja dan hampir saja I Lencana seorang Arya muda membunuhnya dengan tombak apabila tidak ditahan oleh Maharaja. Kemudian I Swasta dan I Jadara pun datang untuk menghaturkan sembahnya. Maharaja Udayana sangat senang mendengar sembah yang dihaturkan I Swasta dan I Jadara dan sebelum berpisah sang Maharaja Udayana memerintahkan I Jadara agar mengurus I Nogata.

Mereka meneruskan perjalanannya ke pertapaan Jati untuk mengobati luka I Nogata. Setelah menginap semalam di asrama Jati, tempat I Jadara pernah menuntut ilmu, I Swasta dan I Jadara meneruskan perjalanannya ke Turunyan dan I Nogata pergi ke kampung ayahnya, Cintamani. Sepulang dari Turunyan, I Swasta dan I Jadara langsung ke ibukota Balidwipa-Bedahulu untuk menghadap Maharaja Putri dan I Semarawima langsung diangkat menjadi hulubalang dan di Bedahulu ia tinggal bersama I Jadara dan I Lastiya anak muda yang menjabat sebagai menteri Negara dan mereka bertiga pun menjadi sahabat akrab.

Ketika mengawal Maharaja Putri ke taman Warampul untuk melakukan upacara agama, I Swasta berusaha menjalin hubungan dengan Ni Nogati. Namun ia merasa yakin tak yakin Ni Nogati membalas cintanya meskipun mendengar bahwa Ni Nogati berlindung diri kepadanya tapi ia tak yakin karena belum mendengar langsung dari mulut Ni Nogati. I Swasta pun diayun bimbang dan kesempatan ini dimanfaatkan oleh Arya Bera untuk menyingkirkannya. I Swasta, I Jadara, Ni Nogati dan Ni Meragayawati, gadis jawa yang tak lain adalah kekasih I Jadara difitnah berzinah di tempat suci Tirta Warampul, Maharaja Udayana pun terkena hasut sehingga beliau mengusir Ni Nogati dan Ni Mergayawati, sedangkan I Swasta dan I Jadara diutus Raja untuk menyampaikan surat ke Raja Bali Utara melewati hutan dan bukit penuh harimau-bukit Indrakila.

Dengan pertolongan dewata, akhirnya mereka selamat dan lulus dalam cobaan-cobaan tersebut. Ketika akan pulang mereka bertemu dengan Ni Nogati dan Ni Mergayawati yang sedang memohon pertolongan dewata dan keesokan harinya mereka berempat menuju ke Cintamani, namun di tengah perjalanan mereka dihadang kaki tangan Arya Bera dan dewata menurunkan pertolongan lewat kedatangan I Lastiya yang ternyata mendapat perintah Maharaja untuk menangkap Arya Bera si Pelancung.

Sekembalinya di Bedahulu, Maharaja Udayana memulihkan nama baik dan jabatan mereka, bahkan beliau menunangkan I Jadara dan Ni Mergayawati dan I Swasta dan Ni Nogati. Dan I Jadara diangkat menjadi Tuha di Turunyan menggantikan ayahnya. Selang sehari keberangkatan I Jadara, I Swasta dan Ni Mergayawati menuju Turunyan dalam rangka penobatannya sebagai Tuha dan melangsungkan pernikahannya sekaligus.

Arya Bera selalu mengintai setiap kesempatan untuk menimbulkan huru-hara, kerusuhan, dan mengadudomba orang Cintamani dan orang Batur yang beragama Hindu diperalat Arya Bera agar kerusuhan meledak. Namun berkat kebijaksanaan I Jadara pertumpahan darah tersebut dapat dihindari.

Kaki tangan arya Bera lalu menculik Ni Nogati, dilarikan dan disekap di tempat persembunyian Arya Bera, tapi atas pertolongan I Seribudhi, kaki tangan Arya Bera yang telah insyaf, tempat persembunyian tersebut dapat dilacak. Tiba-tiba gunung Batur meletus dan memuntahkan laharnya dengan dahsyat. Arya Bera yang sedang diburu lari dan laharpun menelannya, sedangkan Ni Nogati berhasil diselamatkan dan dibawa kembali ke Turunyan.

I Swasta belum bertemu dengan Ni Nogati sejak ditunangkan dan hingga saat ia kembali ke Bedahulu. I Swasta merasa susah hati dan was-was dan akhirnya ia tahu bahwa Ni Nogati telah mencintai I Lastiya jauh sebelum I Swasta mengabdi pada Maharaja Putri di Bedahulu dan semua ini diketahuinya dari surat-surat yang tersimpan di dalam peti I Lastiya dan betapa marahnya I Swasta dan merasa tertipu. I Swasta pun merasa putus asa dan menceburkan dirinya ke sungai Patanu yang banjir, namun tertolong oleh I Sudranta pembantu setianya. Keesokan harinya setelah sadar I Swasta mohon berhenti dari Lasykar pengawal Maharaja Putri, lalu bekerja di tambang emas, namun ia tidak betah bekerja di sana hingga kembali ke desanya, Manasa.

Di jalan ke Manasa, I Swasta menginap lagi di kandang kuda yang dulu tempat ia membunuh harimau, dan ia pun bermimpi bertemu dengan lelaki tua itu namun tidak dengan anak kecil melainkan dengan Ni Nogati. Dan ia pun ingin menghampiri Ni Nogati namun dihalangi orang tua itu. Ia pun marah dan akhirnya terjadilah pertempuran seru dan orang tua itu hampir dibunuhnya, tapi tangannya ditarik Ni Nogati dan ia pun terjatuh. Ketika terbangun, Ni Nogati benar-benar telah ada di hadapan mata, sedangkan di sampingnya tampak I Lastiya tergeletak penuh luka.

Sejenak I Swasta terpana, kemudian marah-marah tapi akhirnya dimaafkannya juga. Akhirnya kedua orang itu sadar bahwa yang telah terjadi adalah takdir Hyang Widi, dan si orang tua yang datang ke mimpinya itu ternyata adalah sebagai Datuk I Lastiya, I Kulup Bok yang dulu ketika hidup bersahabat baik dengan datuknya I Manorbawa, sampai I Kulup Bok membunuh dirinya sendiri dan I Swasta yang kena imbasnya sebagai hukuman karma.

Pada akhir cerita, Ni Nogati dipersunting I Lastiya dan I Swasta akhirnya diangkat Maharaja Udayana memimpin pembuatan waduk desa Manasa.

Itulah tadi sinopsis novel I Swasta Setahun di Bedahulu Karya A.A. Pandji Tisna. Semoga bisa bermanfaat untuk pembaca semuanya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sinopsis Novel I Swasta Setahun di Bedahulu Karya A.A. Pandji Tisna"

Posting Komentar