Sejarah Desa Juntinyuat, Juntikebon, dan Juntikedokan



SEJARAH DESA JUNTINYUAT, JUNTIKEBON DAN JUNTIKEDOKAN

            Awal mula sejarah desa Juntinyuat belum diketahui dengan pasti. Cerita yang berkembang di masyarakat mengenai awal mula Juntinyuat cenderung bersifat legenda yang bercampur dengan cerita sejarah. Diceritakan bahwa Prabu Siliwangi sebagai raja Kerajaan Pajajaran mempunyai putra dan putri: Walangsungsang, Nyi Larasantang, dan Raja Sengara.

            Ketiga putra Prabu Siliwangi ini pada suatu saat mengadakan perjalanan untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah. Nyi Larasantang kemudian diperistri pejabat Mesir dan mempunyai anak Syarif Hidayat dan Syarif Ngaripin. Syarif Hidayat menuntut ilmu ke Mekah dan dititahkan ke Cirebon menemui pamannya oleh sang ibu, yang bernama Walangsungsang atau Cakrabuana.

            Setelah usai belajar dan berhaji di Mekah, Syarif Hidayat kemudian pergi ke Cirebon lewat jalur darat melalui Tiongkok dan menetap sementara di sana. Di Tiongkok Syarif Hidayat bekerja sementara sebagai tabib yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit dan sangat terkenal.

            Raja Tiongkok yang bernama Titongki kemudian menguji keahlian Syarif Hidayat dengan disuruh menebak perut puterinya, apakah hamil atau tidak. Padahal puteri Raja Titongki tersebut sebenarnya tidak hamil karena belum bersuami, yang ada diperutnya adalah bokor kuningan. Syarif Hidayat mengatakan bahwa putri Raja Titongki mengandung. Raja Titongki marah karena tahu bahwa Syarif Hidayat salah. Syarif Hidayat kemudian akan ditangkap tetapi berhasil melarikan diri dan menuju laut.

            Setelah itu putri Raja Titongki yang sebelumnya pura-pura hamil ternyata jatuh hati pada Syarif Hidayat dan kemudian menyusul ke Cirebon untuk mencari Syarif Hidayat. Raja Titongki merasa kehilangan anak, maka diutuslah beberapa punggawa dibawah pimpinan Dampu Awang membawa 2 gerobak perhiasan emas permata untuk bekal hidup sang putri ke Cirebon. Perjalanan Syarif Hidayat sampailah di Gunungjati dan bertemu dengan Syeh Datuk Qafi dan mendapat banyak ilmu tentang Islam dan juga bertemu dengan Walangsungsang sang paman.

            Perjalanan putri raja Titongki pun sampai juga di Jawa di pesisir Junti dan ditolong oleh Ki Ageng Junti dan diantar menemui Syarif Hidayat di Pakungwati dan menetap di sana. Ki Ageng Junti mempunyai puteri yang bernama Nyi Ageng Junti dan membuat rumah di tegalan pantai Junti, di sebelah selatannya ada orang berkebun, lokasi itu kemudian diberi nama Juntikebon dan di sebelah baratnya terdapat kedokan air yang kemudian diperbaiki dan diperpanjang, lokasi itu kemudian diberi nama Juntikedokan. Di tepi laut ada pohon yang daunnya menyolok (nyongat) ke laut maka tempat itu dinamakan Juntinyuat.

            Dampu Awang pun akhirnya mendarat di pesisir yang sama di Junti setelah sekian lamanya mencari sang putri, di pesisir Junti Dampu Awang menanyakan kemana arah Cirebon pada Ki Ageng Junti dan melihat puteri Ki Ageng Junti yang cantik berkulit kuning langsat. Dampu Awang pun tertarik dan ingin mengawini Nyi Ageng Junti. Ki Gedeng Junti merasa kurang enak jika langsung menolak lamaran Dampu Awang karena Nyi Ageng Junti tidak menyukai Dampu Awang yang gemuk dan tidak beragama Islam. Ki Ageng Junti membuat rencana penolakan halus dengan memberi syarat Dampu Awang harus bisa menembus pagar pekarangan rumah Ki Ageng Junti yang tersusun dari pohon bambu Ori selebar 1,5 m dalam waktu semalam.

            Dampu Awang menyanggupinya. Ia kemudian menyebarkan berita bahwa akan mengadakan tawur emas picis rajabrana pada penduduk desa Junti. Mendengar berita itu lalu berbondong-bondonglah penduduk Junti menuju di depan rumah Ki Ageng Junti. Begitu malam tiba, Dampu Awang mulai menabur recehan emas pada rumpun bambu yang memagari pekarangan Ki Ageng Junti itu. Penduduk berebut mendapatkan emas dengan cara menebas bambu ori tanpa tahu kenapa Dampu Awang berbuat seperti itu. Satu demi satu rumpun bambu itu jebol. Usaha Dampu Awang berhasil, akhirnya benteng pekarangan Ki Gedeng Junti bisa ditembus. Di mata Ki Ageng Junti, perlakuan Dampu Awang tersebut curang. Ia dan puterinya segera melarikan diri menuju gunung Sembung. Di suatu tempat di desa Sudimampir dalam pelariannya Nyi Ageng Junti terjerembab ke sawah karena kakinya menyangkut padi ketan hitam dan nyaris tertangkap. Nyi Ageng Junti meminta agar kelak warga desa Sudimampir dilarang menanam ketan hitam.

            Sesampainya di gunung Sembung, mereka menemui Syeh Bentong untuk mohon perlindungan dari kecurangan Dampu Awang. Ki Ageng Junti berjanji akan menyerahkan puterinya agar diperisteri Syeh Bentong dan Syeh Bentong menyembunyikan Nyi Ageng Junti dipucuk pohon Gebang (ujunggebang). Pengejaran Dampu Awang sampai di Gunung Sembung dan bertemu Syeh Bentong yang kemudian terjadi perang mulut hingga perang fisik yang akhirnya dimenangkan Syeh Bentong. Akhirnya Syeh Bentong memperisteri puteri Ki Ageng Junti dan menetap di desa Ujunggebang.

Dari berbagai sumber.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sejarah Desa Juntinyuat, Juntikebon, dan Juntikedokan"

Posting Komentar