Sinopsis Novel Lingkar Tanah Lingkar Air Karya Ahmad Tohari

 


Sinopsis Novel Lingkar Tanah Lingkar Air Karya Ahmad Tohari - Selamat siang, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi sinopsis novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1995.

Masalah serius timbul setelah kemerdekaan, banyak organisasi pemuda yang ingin mendirikan negara sendiri karena tidak puas dengan pemerintahan yang ada. Pada Maret 1946, Amid bersama beberapa temannya, menjadi murid Kiai Ngumar, mereka belajar silat dan ilmu agama. Pada suatu malam Amid dipanggil Kiai Ngumar, dia dan temannya diminta untuk bersiap-siap berperang, karena ada fatwa yang mewajibkan untuk melawan Belanda. Sejak Kiai Ngumar meminta Kiram dan Amid untuk bersiap-siap namun tidak terjadi perkembangan apa-apa. Hingga tiga bulan setelahnya Kiai Ngumar kembali memanggil mereka berdua, mereka diminta untuk berangkat ke Purwokerto.

Sampai di Purwokerto mereka akan mendapat latihan ketentaraan, tetapi kabar itu berubah dengan cepat. Mereka harus membantu Pasukan Brotosewoyo yang sedang berusaha merintangi laju tentara Belanda di daerah Bumiayu. Mereka kecewa sesampainya di sana, mereka hanya disuruh menebangi pohon sebagai penghalang jalan, bukan untuk berperang dan ternyata tentara Belanda juga tidak melewati jalur tersebut, malah berputar lewat Purbalingga. Akhirnya para pemuda yang diperbantukan itu diminta untuk pulang, tetapi apabila mereka dibutuhkan, mereka harus siap untuk membantu tentara lagi.

Pada suatu hari Amid dan Kiram diminta lagi untuk membantu tentara. Pagi-pagi mereka menuju jalan besar di sebelah selatan, keempat tentara bersembunyi di balik rumpun pandan yang tumbuh di sepanjang tepi jalan. Tak lama kemudian iring-iringan tentara Belanda dating. Kemudian terjadi ledakan hebat dan terjadi perang singkat. Banyak tentara Belanda yang tewas. Dengan berani Kiram lari ke tengah jalan mengambil sebuah bedil yang tergeletak di sisi mayat pemiliknya. Kemudian semuanya lari ke arah utara.

Amid, Kiram, dan keempat tentara sampai di rumah Kiai Ngumar. Dari pencegatan hari itu tentara mendapat tambahan tiga senjata dan salah satunya masih dibawa Kiram walau salah seorang tentara telah meminta Kiram untuk menyerahkan senjata tersebut. Atas jaminan Kiai Ngumar kalau senjata itu akan digunakan untuk membantu para tentara dan para tentara dapat menerima. Mereka sepakat untuk membentuk kelompok perlawanan karena Jun, Jalal, dan Kang Suyud sudah setuju untuk ikut bergabung.

Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara resmi. Hizbullah tidak memiliki musuh lagi. Dari peristiwa ini muncul masalah, mereka harus meleburkan diri ke dalam tentara republik atau membubarkan diri. Atas anjuran Kiai Ngumar, mereka pergi ke Kebumen untuk bergabung dengan tentara Republik. Banyak kelompok lain yang melebur ke dalam tentara Republik. Mereka akan diangkut dengan kereta api menuju Purwokerto untuk dilantik secara resmi.

Di stasiun Kebumen ketika mereka bersiap-siap, tiba-tiba mereka diserang. Mereka membalas menembak dan bertempur secara serempak tanpa mengetahui siapa lawan maupun kawan. Kereta api benar-benar lumpuh dan Hizbullah bingung siapa sebenarnya yang menyerang mereka dan mereka merasa dikhianati. Dalam momen itu seluruh anggota Hizbullah yang pro maupun kontra terhadap peleburan pasukan, bersama-sama mengundurkan diri menuju Somalangu. Tentara Republik menganggap anak-anak Hizbullah sebagai pemberontak. Amid, Kiram, Jun, Jalal, dan Kang Suyud akhirnya bergabung dengan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Mereka bergerilya melawan Tentara Republik.

Amid yang sejatinya seorang yang sangat cinta tanah air sesungguhnya merasa berat hati untuk bergabung menjadi anggota laskar Darul Islam. Ia teringat pesan gurunya, Kiai Ngumar yang berkata bahwa terhadap pemerintah yang sah, kita wajib menaatinya.

Amid mulai merasakan kebimbangan manfaat gerakan DI/TII saat menyerbu desa yang mempunyai madrasah dan masjid besar ketika masyarakat dan ulama tidak mendukung gerakan maka harus dibunuh. Bahkan Amid merasa terpukul sanubarinya saat menembak mati seorang tentara yang di sakunya tersimpan kitab suci dan tasbih. Ia merasakan lelaki yang ia bunuh itu agaknya ingin selalu merasa dekat dengan Tuhan. Di sisi lain, ia meyakini bahwa Tuhan yang selalu ingin diingat lelaki itu melalui kitab suci dan tasbihnya pastilah Tuhannya juga.

Amid mengingat kembali perselisihan antara Kiai Ngumar dan Kang Suyud. ketika saat itu kang Suyud menyatakan keinginan untuk bergabung dengan Kartosuwiryo yang ingin mendirikan sebuah negara Islam. Dalam perdebatan itu Kiai Ngumar akhirnya memberikan ketegasannya untuk memilih Republik dalam rangka melaksanakan ajaran Islam sendiri.

Setelah hampir 10 tahun hidup dalam perburuan dan kenyataan bahwa pasukan DI/TII telah makin terdesak dan berkurang serta melemah, Amid mulai merasa kehilangan harapan dan merasa jenuh. Dalam kebimbangannya, ia seringkali teringat Kiai Ngumar serta kenangan masa lalu di desanya.

Akhir Juni 1962, seorang DI yang berpangkalan di wilayah Gunung Slamet datang ke tempat persembunyian Amid dan Kiram. Nama anggota DI tersebut adalah Toyib. Ia membawa berita bahwa Kartosuwiryo, Khalifah Darul Islam tertangkap Pasukan Republik. Toyib juga membawa selebaran yang berisi seruan agar para anggota DI/TII meletakkan senjata dan menyerahkan diri dengan jaminan pengampunan nasional yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Amid dan beberapa temannya terkejut mendengar berita itu. Rasa tidak percaya dan kebingungan melanda mereka. Perdebatan mulai timbul di antara mereka, tetapi mereka akhirnya memutuskan untuk mematuhi seruan tersebut. Amid merasakan munculnya harapan untuk berkumpul dengan istri dan anaknya. Menjadi warga kampung, bertani dan hidup tenang setelah Kartosuwiryo tertangkap.

Malam berikutnya mereka turun gunung menuju Porwokerto. Di Purwokerto mereka diterima aparat keamanan, kemudian diangkut ke dalam sebuah barak penampungan. Selama sebulan mereka mendapat indoktrinasi dan kegiatan-kegiatan lain. Amid, Kiram, dan Jun tidak begitu senang ketika mereka diperbolehkan pulang. Rasa canggung dan malu menghantui mereka.

Pada bulan pertama setelah Amid pulang, kegiatan orang-orang komunis semakin gencar. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1965, puncak kekacauan terjadi ketika tersiar kabar terjadi perebutan kekuasaan di Jakarta. Beberapa Jenderal dibunuh, tersiar kabar bahwa yang menjadi dalang semua itu adalah orang-orang komunis.

Amid, Kiram dan Jun diminta oleh tentara untuk membantu menumpas pasukan Komunis yang bertahan di hutan jati Cigobang. Akhirnya Amid kembali mengangkat senjata, kali ini atas nama Republik, sesuatu yang pernah dirindukannya dan gagal terlaksana. Dalam pertempuran inilah Amid mendapatkan syahidnya. Ia merasa mulutnya bergerak ingin meninggalkan wasiat untuk menjaga anak dan istrinya, namun ia tak kuasa dan akhirnya Amid meninggal, gugur membela Republik Indonesia.

Itulah tadi sinopsis novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari. Semoga bisa bermanfaat dan menghibur pembaca semuanya.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sinopsis Novel Lingkar Tanah Lingkar Air Karya Ahmad Tohari"

Posting Komentar