Novel Supernova: Partikel karya Dee Lestari diterbitkan pertama kali pada tahun 2012 oleh Bentang Pustaka.
Dunia yang dihadapi Rana tak pernah sederhana sejak ia mulai memahami bahwa kepekaannya terhadap dunia tak sama dengan kebanyakan orang. Sejak kecil ia tumbuh di tengah dua orang tua yang hidup dalam ketatnya dunia ilmu pengetahuan. Rumah mereka dipenuhi peralatan penelitian, buku yang menumpuk, dan percakapan yang jarang menyentuh hal-hal emosional. Namun di celah-celah rutinitas akademik, Rana menemukan sebuah keheningan batin yang menuntunnya pada rasa ingin tahu yang melampaui laboratorium. Seolah semesta selalu memanggilnya untuk memperhatikan hal-hal kecil yang tak kasat mata oleh orang lain: getaran di udara, perubahan suasana, atau intuisi-intuisi yang muncul begitu saja.
Kehadiran adiknya, Biru, melengkapi masa kecil itu dengan kegembiraan sesaat—meski hubungan mereka tak sepenuhnya mudah. Biru tumbuh dengan obsesi terhadap teknologi dan bangunan rumit, sementara Rana lebih banyak larut dalam alam dan gerak-gerik energi yang tak bisa ia jelaskan. Keduanya berbeda, namun terhubung oleh rasa ingin tahu yang sama besar. Di dalam rumah mereka yang dingin secara emosional, adik-kakak ini justru belajar memahami dunia masing-masing tanpa harus saling menyeragamkan.
Saat remaja, rasa ingin tahu Rana berkembang menjadi kegelisahan eksistensial. Ia mulai mempertanyakan batas ilmu pengetahuan, mempersoalkan kenapa manusia membatasi diri pada apa yang bisa diukur, dan mengapa ada hal-hal yang terus-menerus hadir meski tak bisa dijelaskan secara empiris. Ia menemukan ketertarikan mendalam pada konsep energi, kesadaran, dan konektivitas universal. Anehnya, kegelisahan itu tidak membuatnya tersesat—justru mendorongnya mencari bentuk seni yang dapat menyalurkan pengamatan-pengamatannya. Fotografi datang seperti jawaban alami. Dengan kamera di tangan, ia belajar menangkap pola, cahaya, dan keheningan yang dirasakannya sejak kecil.
Bakatnya berkembang cepat. Setelah dewasa, ia merantau ke berbagai belahan dunia sebagai fotografer alam liar. Di balik ketenangan yang tampak, setiap perjalanannya adalah usaha mencari makna dari keterhubungan antara manusia, alam, dan sesuatu yang ia sebut sebagai partikel kesadaran. Pekerjaan itu memberinya kebebasan, tetapi juga membuatnya terus merasa seolah ada yang memanggilnya dari kejauhan. Sebuah tarikan halus yang belum ia pahami.
Dalam salah satu penjelajahannya, kehidupan mempertemukannya dengan dua orang yang kelak membuka gerbang baru dalam takdirnya. Yang pertama adalah Elkana, ilmuwan misterius yang memahami banyak hal yang selama ini hanya berputar sebagai intuisi dalam kepala Rana. Sosok itu seperti berjalan di perbatasan antara dunia fisika dan dunia metafisika. Elkana tahu lebih banyak daripada yang ia katakan, seolah menyimpan pengetahuan tentang Rana bahkan sebelum mereka bertemu. Rana merasakan bahwa Elkana bukan sekadar ilmuwan—ia seperti penjaga sebuah pintu besar menuju kesadaran yang lebih luas.
Pertemuan kedua terjadi dengan Zarah, gadis muda dengan kepekaan tinggi yang tersembunyi di balik sisi liar dan petualangannya. Zarah bukan sekadar anak alam; ia seperti bagian dari alam itu sendiri. Rana merasakan semacam pantulan diri dalam sosok Zarah: kepekaan yang sama, keheningan yang sama, tetapi Zarah membawanya dengan cara yang lebih bebas, lebih primal. Kehadiran Zarah membuat Rana melihat bahwa pencariannya bukan hanya lintasan pribadi, tetapi bagian dari jalinan yang jauh lebih besar.
Meski hidupnya bergerak dari satu tempat ke tempat lain, Rana justru merasa semakin dekat pada sesuatu yang tak terlihat namun konstan. Pencariannya akan jawaban justru membawa lebih banyak pertanyaan. Elkana, yang sesekali muncul lalu menghilang tanpa penjelasan, mulai menyinggung tentang adanya jejaring manusia yang memiliki sensitifitas khusus terhadap realitas di balik realitas. Sebuah jaringan kesadaran yang saling terhubung, seperti neuron dalam kosmos.
Pelan-pelan, Rana mulai melihat pola: pertemuannya dengan Zarah bukan kebetulan. Ketertarikannya pada pola energi bukan kebetulan. Bahkan jarak emosional keluarganya pun mulai terlihat sebagai bagian dari rancangan besar yang menempatkannya pada lintasan tertentu. Di titik ini, kehidupan yang tadinya linear berubah menjadi serpihan-serpihan mozaik yang perlahan menyatu. Seolah semesta menanamkan potongan-potongan puzzle yang selama ini ia cari dalam dirinya sendiri.
Dalam perjalanan ke London, Rana mendalami proyek fotografi yang membuatnya berinteraksi dengan berbagai kalangan, termasuk para peneliti yang bekerja di ranah fisika partikel dan kesadaran. Pembicaraan yang ia dengar di sana memperkuat keyakinannya bahwa keberadaan manusia tak sekadar jasad yang dipandu otak. Ada medan lebih besar yang mengelilingi, mengaliri, dan menghubungkan semuanya. Ia mulai melihat bagaimana setiap orang seperti memancarkan pola unik yang beresonansi dengan medan universal.
Namun semakin dalam ia melangkah, semakin ia merasa bahwa pencariannya membawa risiko. Elkana memperingatkan bahwa tak semua orang menginginkan kebenaran tentang kesadaran dan energi itu muncul ke permukaan. Ada pihak-pihak yang mengamati pergerakannya, memantau pergerakan Zarah, dan menilai bahwa keduanya membawa potensi perubahan besar pada sistem yang sudah mapan. Di titik ini, perjalanan spiritual Rana berbaur dengan ketegangan nyata. Ia mulai merasakan kehadiran orang-orang yang mengikutinya, mengawasi dari kejauhan, seolah hidupnya menjadi bagian dari eksperimen besar.
Sementara itu, hubungan Rana dengan keluarga mulai memasuki fase emosional yang rumit. Sang ayah yang selama ini tegar dan rasional mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Sang ibu menyimpan rahasia yang berhubungan dengan masa lalu Rana, termasuk tentang kepekaannya sejak kecil. Biru, sang adik, mengejar ambisi teknologi tanpa menyadari bahwa ia pun sebenarnya berada dalam jalur yang bersinggungan dengan misteri yang mengejar Rana. Keluarga ini, yang tampak terpisah-pisah oleh dunia masing-masing, perlahan terlihat memiliki simpul-simpul yang menuju titik tengah yang sama.
Ketika akhirnya Rana kembali ke Indonesia, perjalanan batinnya mencapai titik kritis. Ia menemukan bahwa Zarah menghilang tanpa jejak. Ketidakhadiran gadis itu menimbulkan kekosongan sekaligus desakan untuk mencari tahu lebih jauh tentang jaringan manusia dengan kepekaan tinggi. Elkana muncul lagi, kali ini membawa informasi yang jauh lebih berat. Ia menjelaskan bahwa terdapat kelompok yang mempelajari manusia-manusia seperti Rana dan Zarah, bukan untuk membimbing, tetapi untuk mengendalikan dan memantau. Mereka melihat para sensitif ini sebagai potensi gangguan terhadap struktur kekuasaan global.
Rana merasa berada di persimpangan. Ia bisa memilih hidup seperti sebelumnya—berpindah tempat, bekerja sebagai fotografer, mengikuti insting—atau menerima bahwa hidupnya sebenarnya mengarah pada tugas lebih besar. Elkana menuntunnya menuju pemahaman tentang “partikel”, konsep yang tidak hanya terkait ilmu fisika, tetapi juga kesadaran sebagai bentuk energi yang tak pernah hilang. Bagi Elkana, para sensitif adalah partikel kesadaran yang bergerak bebas, mampu mengakses lapisan-lapisan informasi yang tak terjangkau oleh orang biasa.
Di tengah pencarian ini, Rana mengalami momen-momen pencerahan yang datang tiba-tiba. Ia mulai menyadari bahwa seluruh hidupnya adalah proses belajar membaca sinyal-sinyal halus dari semesta. Pencariannya bukan hanya tentang menemukan jawaban, tetapi tentang menyatukan diri dengan medan kesadaran yang lebih luas. Ia belajar melihat dirinya bukan sebagai individu yang terpisah, tetapi bagian dari jaringan besar yang bernafas bersama.
Perjalanan mencapai puncaknya ketika Rana memutuskan untuk mengikuti tarikan intuisi yang selama ini mengarahkannya. Ia menuju lokasi terpencil, tempat ia merasakan getaran paling kuat yang memanggilnya. Di sana, ia menemukan bahwa segala pertanyaan yang ia bawa sejak kecil sebenarnya mengarah pada satu pemahaman: dirinya adalah penghubung. Bukan pemimpin, bukan pengikut, tetapi partikel yang beresonansi, menyambungkan energi dari satu titik ke titik lain.
Kesadaran ini tidak datang sebagai jawaban tunggal, tetapi sebagai pengalaman menyeluruh — sebuah pemahaman mendadak tentang bagaimana manusia, alam, dan semesta berbagi frekuensi yang sama. Dalam “penglihatan” batinnya, ia melihat simpul-simpul cahaya yang menyala, saling terhubung membentuk jejaring raksasa. Di antara simpul itu, ia melihat sosok-sosok lain: Zarah, Elkana, dan bahkan orang-orang yang tak ia kenal namun terasa familiar dalam frekuensi yang sama. Mereka adalah para partikel kesadaran, masing-masing membawa peran untuk menyalakan titik-titik dalam jaringan itu.
Ketika pengalaman batin itu mereda, Rana menyadari bahwa perjalanan baru saja dimulai. Ia memahami bahwa ia bukan lagi sekadar fotografer atau pengembara spiritual. Ia kini menjadi bagian dari gerakan sunyi yang melintasi batas ilmu pengetahuan dan intuisi. Di dalam dirinya, pertemuan antara cahaya, kesadaran, dan pengalaman manusia bersatu menjadi kompas baru. Ia tahu bahwa dunia akan menghadapi perubahan besar, dan kehadirannya dalam jejaring itu bukan kebetulan.
Rana meninggalkan tempat itu dengan hati yang lebih mantap. Meski banyak misteri belum terjawab—termasuk keberadaan Zarah, masa lalu keluarganya, dan tujuan akhir jaringan ini—ia tidak lagi merasa terombang-ambing. Ia kini mengerti bahwa menjadi partikel berarti terus bergerak, terus menyala, dan terus memberi resonansi pada medan besar kesadaran manusia. Dengan kesadaran baru ini, ia melanjutkan perjalanan, menyambut babak kehidupan yang lebih besar dari apa pun yang pernah ia bayangkan.

0 Response to "Sinopsis Novel Supernova: Partikel karya Dee Lestari "
Posting Komentar