Sinopsis Novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy


Novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy diterbitkan oleh penerbit Republika pada tahun 2007.

Ketika kisah ini bermula, Abdullah Khairul Azzam adalah pemuda Indonesia yang menapaki langkah hidupnya jauh dari kampung halaman, di tengah debu dan riuh kota Kairo, Mesir. Ia tak hanya seorang mahasiswa Universitas Al-Azhar yang memendam rindu kepada tanah air, tetapi juga figur yang teguh berpegang pada nilai-nilai hidup yang ia pelajari sejak kecil. Dalam sanubarinya, tertanam komitmen mendalam kepada Allah dan tekad kuat untuk menjadi anak yang membanggakan keluarga — terutama setelah kepergian sang ayah yang meninggalkan beban tanggung jawab berat di pundaknya. Di situlah perjalanan hidup Azzam dimulai: memperjuangkan ilmu, iman, dan kehidupan. 

Di tengah kekeringan gurun dan gemerlapnya kota asing, Azzam menjalani hari-harinya dengan penuh disiplin. Ia menjejakkan kaki di kampus bukan semata untuk sekadar memperoleh gelar, tetapi untuk mengukir makna hidup yang lebih dalam. Namun kehidupan yang kian menantang datang tanpa permisi. Rumah yang ditinggalkannya di Solo, Indonesia, begitu dipenuhi harap: ibu dan adik-adik perempuannya bergantung pada sosok yang kini jauh di negeri orang. Rantai tanggung jawab itu membuat Azzam memilih sebuah jalan hidup yang berbeda dari teman-teman seangkatannya. Demi mencukupi kebutuhan keluarga, ia mengorbankan waktu kuliahnya. Sambil menelaah kitab-kitab Islam, ia mengambil peluang usaha sederhana: membuat dan menjajakan tempe dan bakso di sekitar KBRI Mesir, usaha yang kelak dikenang sebagai karya tangan yang bukan hanya menjanjikan rizki tetapi juga mengukuhkan nama. 

Beban hidup ini membuat Azzam melewati hari demi hari dengan ritme berat: kuliah, bekerja, mengirimkan sedikit demi sedikit penghasilan ke keluarga, dan terus berdoa agar setiap langkahnya diberkahi. Ia melihat teman-temannya lulus dan melanjutkan studi, sementara ia sendiri harus memperpanjang masa pendidikannya selama sembilan tahun — bukan karena kemalasan, tetapi karena prinsip tanggung jawab yang tidak bisa diingkari. Selama itu, ia belajar lebih dari sekadar kitab: ia belajar tentang kesabaran, tentang menghadapi segala tantangan hidup tanpa mengeluh, dan tentang cinta yang sejati bukan diukur oleh lolosnya waktu, melainkan oleh keteguhan hati yang tidak tergoyahkan oleh badai dunia. 

Dalam perjalanan panjang ini, hatinya tidak kosong dari perasaan lain yang tumbuh secara perlahan. Di tengah kota Kairo yang penuh warna, Azzam bertemu dengan perempuan-perempuan yang hadir bak hembusan angin di tengah dahaga jiwa. Pertama, Eliana, putri seorang duta besar yang terpikat oleh keteguhan iman dan kerja keras Azzam. Eliana tumbuh dalam dunia berbeda dari realitas Azzam, namun ia melihat sesuatu yang kuat dalam diri pria sederhana tersebut. Meski demikian, Azzam pada akhirnya menjauh, bukan karena ia tidak menghargai perasaan itu, tetapi karena ia sadar bahwa sebuah hubungan harus selaras dengan nilai-nilai yang ia pegang teguh. 

Namun benih cinta yang paling dalam masih tertanam ketika Azzam mendengar tentang Anna Altafunnisa. Ia bukan sekadar perempuan biasa; Anna adalah gadis dari keluarga ulama yang hidupnya dipenuhi oleh ajaran agama, akhlak luhur, dan kecerdasan yang membuat banyak orang terpesona. Azzam mendengar tentang Anna sebagai sosok yang lembut hati namun tegas dalam prinsip — sebuah kombinasi yang menggetarkan jiwa yang rindu pada cinta halal, cinta yang tak tergesa, tak terguncang oleh gairah semata, tetapi dibangun atas pondasi keyakinan. Meski belum pernah bertatap muka, Azzam menyimpan harapan agar suatu hari ia dapat memandang mata Anna dan melihat seberapa jauh cinta itu bisa bersemi di bawah bimbingan kesucian iman. 

Ketika takdir akhirnya mempertemukan Azzam dan Anna secara langsung, benih-benih rasa itu pun tumbuh menjadi sesuatu yang lebih bermakna. Namun kehidupan tidak pernah berjalan tanpa aral. Dalam kisah ini, ada juga sosok Furqan Andi Hasan, teman sebangku Azzam di Kairo — cerdas, bijaksana, dan berasal dari keluarga berada. Furqan mencintai Anna dengan sepenuh hati, menawarkan masa depan yang tampak pasti, tenteram, dan penuh kemudahan. Dalam kacamata Anna dan keluarganya, pilihan Furqan bukanlah pilihan yang buruk; ia mewakili kedewasaan dan kepastian — sesuatu yang kadang jarang ditemukan di hidup mahasiswa seperti Azzam yang kerap terhambat oleh urusan hidup. 

Pada akhirnya, Anna menerima pinangan Furqan. Keputusan itu menjadi salah satu titik paling rumit dalam kehidupan Azzam — sebuah ujian batin yang membuatnya merenung panjang tentang hakikat cinta, kepasrahan, dan pengorbanan. Ia belajar bahwa cinta yang tulus tidak harus selalu menjadi milik; terkadang cinta sejati terletak pada ketulusan merelakan apa yang memang bukan hak kita. Dalam keheningan doa, Azzam mengikhlaskan Anna kepada Furqan, berharap segala kebaikan menyertai perempuan yang pernah memenuhi ruang hatinya dengan harapan dan cahaya. 

Namun cerita tidak berhenti di situ. Kebahagiaan Furqan dan Anna ternyata tidak bertahan lama. Hidup membawa mereka menghadapi cobaan yang tak terduga — Furqan dan Anna menghadapi tekanan batin dan ujian pribadi yang membuat hubungan mereka retak. Ketika kenyataan pahit menghampiri dan mereka memutuskan berpisah, kisah Anna berbelok pada babak baru: babak yang membuka kembali peluang bagi Azzam untuk mencintai dengan kedewasaan dan ketulusan yang telah ia pelajari selama bertahun-tahun hidup jauh dari rumah.

Dalam pertemuan kembali itu, aura Azzam yang tak pernah luntur oleh waktu menyelimuti hati Anna. Ia melihat sosok yang telah berjuang bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk keluarga, untuk agama, dan untuk cita-cita hidup yang lebih luhur. Cinta yang ditawarkan sekarang bukan lagi sekadar gejolak rasa muda yang labil, tetapi cinta yang telah ditempa oleh ujian, doa, dan pengorbanan panjang. Di mata Anna, Azzam bukan hanya sekadar lelaki yang pernah ia kenal; ia adalah cermin dari kasih yang tak henti bersyukur kepada Sang Pencipta, meskipun deretan luka tak pernah sepenuhnya sirna.

Akhirnya, kisah ini ditutup dengan pernikahan Azzam dan Anna — sebuah momen di mana dua hati yang telah menjalani perjalanan panjang menemukan kedamaian dalam ikatan yang diberkahi. Bagi Azzam, pernikahan itu bukan hanya tentang kebahagiaan pribadi, tetapi simbol dari keyakinan bahwa jika cinta ditakar berdasarkan rasa hormat kepada Tuhan dan sesama, maka setiap detik penantian akan bernilai. Anna pun menemukan dalam diri Azzam bukan sekadar pasangan hidup, tetapi teman seperjalanan yang memahami arti sabar, reda, dan cinta yang bersandar kuat kepada keikhlasan.

Dalam keseluruhan kisahnya, Ketika Cinta Bertasbih tak hanya menawarkan narasi romantis semata, tetapi juga menanamkan pemahaman bahwa cinta yang sejati adalah cinta yang bertasbih — cinta yang senantiasa mengingat Tuhan, meneguhkan iman, dan menuntun setiap insan ke arah kehidupan yang penuh makna.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sinopsis Novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy "

Posting Komentar