Sinopsis Novel Mangir Karya Pramoedya Ananta Toer


Sinopsis Novel Mangir Karya Pramoedya Ananta Toer - Selamat siang, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi sinopsis novel Mangir Karya Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2000.

Ketika Majapahit runtuh pada tahun 1527, kekuasaan tak berpusat tersebar di seluruh daerah Jawa yang menyebabkan keadaan kacau balau. Pada saat yang bersamaan pula, Wali Sanga mulai menyebarkan Islam melalui pesisir utara dan Portugis telah datang ke Sunda Kelapa. Seperti layaknya daerah-daerah lain di Jawa, pertempuran perebutan kekuasaan pun tak terlakkan. Demikian pula antara Mangir dan Mataram. Hal ini karena letak Perdikan Mangir dan Mataram yang sangat berdekatan sekitar 30 km. Maka persaingan antara kedua kekuasaan tersebut menjadi tak terelakkan lagi, terlebih dengan usaha penggenapan janji Ki Ageng Pamanahan kepada Joko Tingkir (Sultan Hadi Wijaya) untuk menguasai Mataram sepenuhnya.

Perang pun terus terjadi untuk merebut kekuasaan tunggal. Perang tersebut tentu saja menjadikan Pulau Jawa bermandikan darah. Sehingga yang kemudian muncul di Jawa adalah daerah-daerah kecil (desa) yang berbentuk Perdikan (desa yang tidak mempunyai kewajiban membayar pajak kepada pemerintah penguasa) dan menjalankan sistem demokrasi desa dengan penguasanya yang bergelar Ki Ageng. Adalah Ki Ageng Pamanahan yang menguasai Mataram dan mendirikan Kota Gede pada tahun 1577. Kemudian Panembahan Senapati, anak Ki Ageng Pamanahan, naik menjadi Raja Mataram. 

Pada saat bersamaan muncul pula sebuah daerah Perdikan Mangir dengan pemimpinnya atau biasa disebut tua Perdikan yang bernama Ki Ageng Mangir Wanabaya, seorang pemuda gagah dan berani beserta saudara angkatnya yang bernama Baru Klinting. Tidak hanya berdua, Perdikan Mangir memperoleh bantuan dari beberapa orang demang yang masing-masing memiliki daerah kekuasaan. Demang Patalan, Demang Jodog, Demang Pandak, dan Demang Pajangan adalah orang-orang yang setia selalu membantu Wanabaya. 

Suatu hari Perdikan Mangir di bawah komando Wanabaya berhasil memukul mundur pasukan Mataram yang hendak menyerang dengan siasat perang Ronggeng Manggilingan. Setelah perang kecil tersebut usai, Wanabaya bersuka ria dengan menari bersama wanita ronggeng keliling yang bernama Adisaroh. Adisaroh adalah seorang wanita yang sangat cantik sehingga membuat Wanabaya tak mampu melepaskan pandangannya dari Adisaroh, yang lama kelamaan membuatnya jatuh hati kepada Adisaroh.

Lain halnya dengan Wanabaya, para demang dan Baru Klinting justru sibuk berdebat sengit akan tingkah laku Wanabaya yang menurut Demang Patalan dan Demang Pandak tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang tua Perdikan. Sebaliknya Demang Jodog dan Demang Pajangan justru membenarkan apa yang dilakukan oleh Wanabaya. Sementara itu Baru Klinting hanya bisa menjadi penengah antara kedua kubu yang berseteru. 

Baru Klinting yang pandai bersilat lidah akhirnya memutuskan untuk menghadapkan Wanabaya beserta Adisaroh ke hadapan para demang. Mereka menuntut Wanabaya agar dapat bersikap bijak layaknya sebagai seorang tua Perdikan, bukannya malah mabuk sambil menari-nari bersama Adisaroh seusai perang. Bukan kepalang kekesalan Wanabaya, akhirnya di hadapan seluruh demang termasuk ayah Adisaroh Tumenggung Mandaraka, ia menyatakan rasa cintanya kepada Adisaroh dan hendak mempersuntingnya. Tidak ada pilihan bagi Adisaroh untuk menolak, begitu juga dengan para demang yang tidak dapat membendung hasrat Wanabaya. 

Tidak berhenti sampai di situ, Baru Klinting tetap memberi wejangan dan nasihat kepada Wanabaya akan keputusan yang telah dia ambil. Dengan atau tanpa Adisaroh, Wanabaya tetap harus menjadi orang yang paling setia dan cinta pada Perdikan Mangir serta tidak akan melemahkan pendirian. Tetap gagah berani dan terus maju melawan Mataram sebagai seorang setiawan. 

Setelah menikah, akhirnya Adisaroh mengatakan yang sesungguhnya kepada Wanabaya bahwa sebenarnya dirinya adalah Putri Sekar Pambayun anak putri dari Panembahan Senapati dan Tumenggung Mandaraka, yang tak lain adalah penasihat Mataram yaitu Ki Juru Martani. Bukan main kesalnya Wanabaya yang ternyata selama ini telah dibohongi oleh istri tercintanya sendiri, sambil bersujud menangis Pambayun meminta maaf dan menyatakan rasa penyesalan dan bersalahnya. Apa daya wanabaya yang telah naik pitam tak kuasa menahan amarahnya dan terus menggerutu menunggu kedatangan Baru Klinting yang mungkin bisa menenangkannya.

Hari kunjungan yang dinanti telah tiba, inilah saatnya Wanabaya dan Pambayun beserta seluruh bala tentara Mangir menuju Mataram. Di lain pihak Panembahan Senapati, Ki Ageng Pamanahan, dan Ki Juru Martani sudah tak sabar menunggu menantunya Wanabaya menghadap. Ketika tiba di Mataram, bala tentara Mangir langsung menyerbu Mataram dengan segenap kekuatan yang ada. Wanabaya dan Baru Klinting pun ikut menyerbu Mataram dan langsung menuju ruang pertemuan untuk menghujamkan kerisnya kepada Panembahan Senapati.

Ketika hendak berlari menghujamkan kerisnya, Wanabaya ditikam dari belakang oleh Pangeran Purbaya yang merupakan kakak dari Pambayun. Begitu juga dengan Baru Klinting, setelah menangkis serangan demi serangan, akhirnya dia pun tewas oleh tikaman tombak Panembahan Senapati. Berakhirlah sudah perjalanan Perdikan Mangir di tangan Mataram, hanya tersisa Pambayun yang tengah bersedih sambil memeluk jasad suami tercinta sang Tua Perdikan Mangir Wanabaya. Pada tahun 1581 Ki Ageng Pamanahan berhasil menguasai Mataram dan sekitarnya.

Itulah tadi sinopsis novel Mangir Karya Pramoedya Ananta Toer. Semoga bisa bermanfaat dan menghibur pembaca semuanya.

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sinopsis Novel Mangir Karya Pramoedya Ananta Toer"

Posting Komentar