Sinopsis Novel Arus Balik Karya Pramoedya Ananta Toer



Sinopsis Novel Arus Balik Karya Pramoedya Ananta Toer - Selamat siang, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi sinopsis novel Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan oleh Hasta Mitra pada tahun 1995.

Arus Balik adalah sebuah epos pasca kejayaan Nusantara sebagai kekuatan dan kesatuan maritim pada awal abad 16. Arus Balik mengisahkan tentang sebuah arus yang berbalik. Setelah keruntuhan kerajaan Majapahit (1478 M) membuat arus Nusantara yang dahulunya merupakan mercusuar dari Selatan yang selalu mendominasi Utara, akhirnya harus menerima kenyataaan bahwa arus yang selama ini berjalan, telah berbalik. Hingga pada akhirnya Indonesia dan sekitarnya (Nusantara saat itu) harus menerima kenyataan sekian abad lamanya terjajah.

Pada awalnya Nusantara sebagai wilayah selatan Asia mampu menjadi mercusuar peradaban dunia dengan kerajaan yang maha besarnya, Majapahit, yang kekuasaannya tersebar hingga Tumasik (sekarang Singapura), Malaya (Malaysia), dan beberapa negera ASEAN lainya, namun itu hanyalah dongengan belaka bagi masyarakat Nusantara waktu itu (sekitar tahun 1251 M). Kerajaan Majapahit sudahlah hancur dalam perang saudara tak berkesudahan, wafatnya sang Mahapatih Sakti Mandraguna Gajah Mada menjadi titik awal, kemudian berturut-turut peristiwa menggrogoti kerajaan ini, dan akhirnya lenyap setelah kedatangan agama Islam.

Setelah itu Arus pun berbalik, kerajaan-kerajaan yang dahulunya berada dalam kekuasaan Majapahit akhirnya melepaskan diri. Para keturunan bangsawan Majapahit pun lebih memilih konsentrasi pada wilayah kekusaaan yang tersisa, termasuk Adipati Tuban, Adipati Arya Teja Tumenggung Wilwatikta.

Tidak seperti nenek moyangnya yang selalu ambisius melebarkan sayap kekuasaan, Wilwatikta tidak berhasrat sama sekali untuk memperluas kekuasaannya. Tapi, masa depan Tuban akan berubah drastis bukan saja bergeraknya arus dari eksternal (kedatangan Portugis) dan internal (hadirnya Demak yang ambisius), namun yang lebih penting munculnya sosok Galeng pemuda desa yang hadir dalam hingar bingar arus tersebut dengan cemerlangnya wibawa dan mahirnya memikat hati masyarakat sekitarnya lewat kemahiran silatnya.

Idayu dan Galeng adalah pemuda desa yang berasal dari keturunan rakyat biasa. Di desanya, mereka sering mendengarkan ceramah Rama Cluring (seorang guru pembicara yang kerjanya berpetualang dan berbicara di setiap tempat yang disinggahinya). Isi ceramah Rama Cluring yang selalu hidup di pikiran mereka adalah tentang melawan kemerosotan dan tentang persatuan Nusantara. Inilah yang kemudian jadi dasar bagi Galeng dalam menjalankan tugas negara.

Materi tentang kemerosotan yang sering disinggung Rama Cluring adalah kemerosotan kaum ningrat dan kemerosotan rakyat. Saat membicarakan kedua hal tersebut, tidak jarang sampai mengkritik adipati, hal yang setengah mustahil dilakukan waktu itu. Karena kritikannya itu, Rama Cluring diracun oleh kepala desa. Sebelum meninggal, Galeng dan Idayu-lah yang mengurusnya.

Ketika kembali diadakan berbagai kejuaraan di Tuban, kepala desa berniat mengirimkan Galeng dan Idayu yang sudah dua kali berturut-turut mendapatkan juara. Semula mereka menolak, namun karena ancaman kepala desa atas perbuatan mereka yang menolong Rama Cluring, akhirnya mereka bersedia ikut. Mereka menjadi juara untuk ketiga kalinya, Idayu menjadi juara tari dan Galeng menjadi juara gulat.

Sebagai juara tiga kali berturut-turut, Idayu terkena aturan khusus, yaitu harus menjadi selir adipati. Mengetahui hal itu, Idayu dan Galeng sangat sedih. Sebagai juara, Idayu diperbolehkan mengajukan permintaan kepada adipati. Permintaan yang diajukannya adalah agar dirinya dinikahkan dengan Galeng. Adipati Tuban marah, tangannya memegang keris. Namun, dihentikannya karena kesadaran bahwa seluruh rakyat Tuban mencintai Idayu.

Patih Tuban menunjukkan dukungannya atas Idayu dan Galeng, begitu juga hadirin yang lain. Adipati Tuban akhirnya meluluskan permintaan Idayu, tidak hanya itu, Galeng dan Idayu dinikahkan di kadipaten, menjadi pengantin kerajaan.

Tidak lama berselang, Galeng diangkat menjadi Syahbandar Muda Tuban. Salah satu tugasnya adalah mengawasi Syahbandar Tuban yang dicurigai punya hubungan dengan Portugis. Tidak hanya itu, kemudian Galeng diangkat menjadi Kepala Angkatan Laut Tuban.

Sebagai kepala angkatan laut, tugas pertama yang diembannya adalah bergabung dengan Adipati Unus, melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka (1512-1513 M). Walaupun ikut berangkat, Galeng tidak ikut bertempur karena Adipati Tuban sengaja memperlambat keberangkatannya, agar namanya tidak hancur di mata Jepara dan kerajaan lain dan juga tetap baik di mata Portugis. Galeng hanya menemukan armada Adipati Unus pulang dalam keadaan hancur. Bahkan, Adipati Unus sendiri menderita luka di sekujur tubuhnya.

Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar bahwa mantan Syahbandar Tuban yang tidak rela dengan penggantiannya, menggalang kekuatan di Desa Rajeg. Tidak hanya itu, aktivitasnya sudah menunjukkan akan melakukan penyerangan terhadap Tuban. Atas berita ini, Patih Tuban berusaha menggerakkan tentara yang cukup besar. Namun, Adipati Tuban tidak pernah berkenan, dia hanya mengizinkan untuk memberangkatkan lima ratus orang tentara. Karena tindakan adipati ini, ditambah penghinaan yang sering diterimanya, Patih Tuban menjadi patah semangat.

Melihat tidak ada niat pada Patih-Senapati Tuban untuk memberantas pemberontak, Galeng terpaksa membunuhnya dan mengambil alih semua tentara. Kadipaten dikosongkannya, adipati dijauhkan dari kekuasaan agar tidak mengganggu rencananya. Dalam waktu tidak terlalu lama, tentara Rajeg berasil dihancurkan.

Setelah mendapatkan kemenangan yang gemilang, Galeng kembali menyerahkan kekuasaan pada adipati. Namun, Adipati Tuban tidak menerima tindakan Galeng yang dianggapnya lancang. Hanya karena dukungan dari para pemimpin pasukan lain—ditambah pengetahuan adipati bahwa semua rakyatnya mencintai Galeng dan Idayu—dia bisa terbebas dari hukuman mati. Akhirnya tindakan terkeras yang dapat dilakukan adipati hanyalah mengusir Galeng dari Tuban.

Sementara itu, Sultan Demak meninggal dan digantikan putra mahkotanya yang bernama Unus (1518 M). Keadaan Unus yang cidera membuat dia hanya bertahta selama tiga tahun. Walaupun begitu, dirinya sudah berusaha membangun angkatan laut yang besar, semua pendanaan dikerahkan ke Bandar Jepara, tempat pembuatan kapal-kapal perang yang besar.

Sepeninggal Adipati Unus (1521 M), Trenggono naik tahta dengan cara membunuh Pangeran Seda Lepen yang berpotensi untuk menggantikan Unus. Atas desakan ibunya, Trenggono yang lebih mengutamakan pasukan kuda itu akhirnya bersedia menyerang Malaka. Fatahillah diangkat sebagai pimpinan pasukan lautnya. Sementara itu, pasukan kuda tetap berada di tangannya. Untuk melakukan penyerangan tersebut, Ratu Aisah sudah menjalin kerja sama dengan beberapa kerajaan.

Seperti pada penyerangan pertama (1512-1513), Tuban ikut serta. Oleh karena itu, Galeng dipanggil kembali ke Tuban untuk bergabung dengan Demak menyerang Malaka. Adipati mengutus Patih Tuban yang baru (Kala Cuwil Sang Wirabumi) untuk menjemputnya. Pada penyerbuan kali ini Demak yang dipimpin Fatahillah berkhianat dengan melakukan penyerangan terhadap Jawa dari arah Barat. Sementara itu, pasukan kuda yang dipimpin oleh Trenggono melakukan penyerangan terhadap Jawa bagian timur. Seperti kerjaan-kerjaan lain, Tuban pun tidak lepas dari serangan Demak, hanya dengan usaha keras dan sikap pantang menyerah sajalah mereka berhasil mengusir kembali pasukan Demak.

Galeng merasa usahanya tidak akan berhasil dengan sedikitnya jumlah pasukan dan persenjataan. Oleh karena itu, dia tidak marah kepada anak buahnya yang berubah menjadi petani bersenjata dan menikah dengan penduduk setempat. Setelah mengetahui bahwa Portugis melakukan penyerangan dan menguasai Tuban, Galeng beserta beberapa orang prajurit pulang ke Tuban. Dalam pimpinannya pasukan Tuban berhasil mengusir Portugis. Galeng adalah rakyat biasa dengan pengabdiannya yang luar biasa. Setelah mengabdi untuk adipati, bangsa, dan negaranya, dia kembali menjadi petani di pedalaman Tuban.

Itulah tadi sinopsis novel Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer. Semoga bisa bermanfaat dan menghibur pembaca semuanya.

 

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sinopsis Novel Arus Balik Karya Pramoedya Ananta Toer"

Posting Komentar