Sinopsis Novel Tirai Menurun Karya Nh. Dini

 


Sinopsis Novel Tirai Menurun Karya Nh. Dini - Selamat malam, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi sinopsis novel Tirai Menurun karya Nh. Dini yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1993.

Novel Tirai Menurun disusun seperti adegan-adegan pertunjukan wayang orang. Novel ini menyuguhkan babak demi babak kehidupan empat tokohnya: Kedasih, Kintel, Sumirat, dan Wardoyo.

Hidup dalam kesederhanaan tergambar pekat dalam sosok Kedasih. Setiap subuh, Kedasih sudah memasak air serta menata dandang dan ceret di warung. Dandang dan ceret besar di warung harus penuh, kemudian menyapu lantai yang masih berupa lemah tanpa semen. Meskipun kelihatan remeh, itulah aktivitas yang harus dilakoni bocah kecil untuk membantu ibunya. Dasih kecil selalu dihina oleh orang-orang kampung kalau bapaknya seorang kecu atau orang jahat. Teman-temannya menjauhinya sehingga Dasih bertanya kepada ibunya di mana bapaknya. Kakek Dasih bercerita kalau bapaknya sudah pulang, kemudian Dasih dan ibunya pergi ke Semarang.

Kintel tidak pernah mengetahui asal-usulnya, tanggal lahirnya pun ia tak ingat. Namanya saja tak mengerti dari mana bisa dipanggil Kintel. Ia tidak pernah mengeluh tentang kondisinya, asalkan makan dan minum tercukupi. Suatu hari ketika ia sedang memetik daun tembakau, Kintel bertemu dengan seorang wanita yang bernama Irah. Irah mengajaknya ke sebuah warung makan. Kintel merasa bingung ketika Irah mengajaknya ke Boja. Kemudian Irah menyuruh Kintel untuk menunggunya kalau ia akan menemui Kintel lagi.

Sumirat bertanya kepada Simbok, kenapa bapak sendirian di situ? Setelah kepergian suaminya, simbok melamar bekerja di perkebunan tapi sang mandor menyuruh simbok untuk pergi ke kota saja.

Wardoyo menghela napas, pandangannya langsung ke jendela. Ia ingin menghilangkan hasrat buruk akibat kehilangan beberapa bukunya. Wardoyo sudah mendapat pengalaman tentang panggung hiburan dari bapaknya yang juga merupakan Carik Desa.

Sudah empat tahun Dasih berada di Kota, ibunya kini juga sudah mengandung lagi. Suatu hari Dasih membolos sekolah dan menonton pertunjukan wayang orang. Dasih merasa tertarik kemudian ikut latihan menari di Kridopangarso. Emak tidak suka dengan pilhan si Dasih, tapi akhirnya Emak mengijinkan tapi Dasih harus rajin sekolah.

Suatu sore Karso atau Kintel diajak pak dan bu Carik untuk melihat wayang orang di Kridopangarso. Bapaknya Wardoyo meninggal dunia, lantas ia diangkat sebagai dewan wayang wong. Ketika sedang membetulkan gedung yang rusak, Wardoyo melihat seorang anak perempuan yang terus memperhatikan mereka bekerja. Didekatinya anak perempuan itu. Dia bernama Dasih. Setelah berpandangan dengan pak Cokro, Wardoyo membawa Dasih menjadi anggota paguyuban. Sumirat makin lama akhirnya tertarik dengan paguyuban wayang wong Kridopangarso. Dia akhirnya ikut berlatih menari. Sumirat akhirnya berkenalan dengan Dasih. Mereka lalu menjadi sahabat yang baik. Dimana ada Sumirat, pasti di dekatnya ada Dasih.

Karso terus mencoba sabar tinggal di rumah Irah meskipun suami Irah sering memperlakukannya dengan tidak baik. Karso sering pergi menemani Irah apabila melakukan perjalanan ke kota yang jauh. Hari itu Karso bertemu dengan mas Wardoyo yang sedang memperisapkan Kelir. Karso berusaha membantu. Akhirnya Karso pun bisa akrab dengan mas Wardoyo.

Setelah sekian lama, perbuatan Rusmini pun akhirnya diketahui oleh mas Wardoyo setelah diberitahu oleh kawan-kawannya. Akhirnya mas Wardoyo menceraikan rusmini. Setelah menduda untuk beberapa waktu, akhirnya Wardoyo mendapatkan ganti, yaitu Sumirat. Dia dan Sumirat telah saling berikrar untuk saling menjaga dan memberi kebahagiaan.

Karso pun tak luput dari kebahagiaan, setelah diberikan usaha becak oleh Irah dan memiliki rumah sendiri, Karso menikah dengan Dasih. Dan keduanya memiliki seorang anak.

Ketika sedang merasakan bahagia meski dalam suasana yang tidak berkecukupan, Wardoyo meninggal. Sumirat sedih bukan kepalang.  Dia harus menanggung semua beban sendirian. Dalam keadaan kalut tersebut, Sumirat sering mendapatkan bantuan dari Dasih. Dengan ikhlas Dasih selalu membantu apapun yang dibutuhkan oleh Sumirat dengan senang.

Kebiasaan Karso yang suka berjudi akhirnya diketahui oleh Dasih. Karena benci dengan hal tersebut Dasih memarahi Karso. Karena Karso tak mampu merajuk Dasih, Karso pergi ke paguyuban. Karso ketiduran di belakang panggung. Ketika tertidur, Karso digigit ular berbisa. Karso pun langsung pingsan. Setelah dibawa kerumah sakit akhirnya Karso meninggal.

Setelah Wardoyo dan Karso meninggal, Kridopangarso menjadi berantakan. Dalam keadaan sakit di rumah sakit, Dalang Tirto memikirkan masa depan paguyuban Kridopangarso. Tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Kridopangarso telah berada di ujung tanduk kehancuran.  Akhirnya sang Dalang Tirto telah menancapkan gunungan, tegak di tengah layar.

Itulah tadi sinopsis novel Tirai Menurun karya Nh. Dini. Semoga bisa bermanfaat dan menghibur pembaca semuanya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sinopsis Novel Tirai Menurun Karya Nh. Dini"

Posting Komentar