Contoh Puisi Satirik
Puisi
Satirik atau satire adalah puisi yang mengandung sindiran atau kritik tentang
kepincangan atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok maupun suatu
masyarakat. Di bawah ini terdapat beberapa contoh puisi satirik.
Aku
Bertanya
Karya: W.S. Rendra
Aku
bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Sajak Mata-Mata
Karya: W.S. Rendra
Ada
suara bising di bawah tanah
Ada suara gaduh di atas tanah
Ada ucapan-ucapan kacau di antara rumah-rumah
Ada tangis tak menentu di tengah sawah
Dan, lho, ini di belakang saya
ada tentara marah-marah
Apa saja yang terjadi ? Aku tak tahu
Aku melihat kilatan-kilatan api berkobar
Aku melihat isyarat-isyarat
Semua tidak jelas maknanya
Raut wajah yang sengsara, tak bisa bicara,
menggangu pemandanganku.
Apa saja yang terjadi ? Aku tak tahu
Pendengaran dan penglihatan
menyesakkan perasaan,
membuat keresahan –
Ini terjadi karena apa-apa yang terjadi
terjadi tanpa kutahu telah terjadi
Aku tak tahu. Kamu tak tahu
Tak ada yang tahu
Betapa kita akan tahu
kalau koran-koran ditekan sensor,
dan mimbar-mimbar yang bebas telah dikontrol
Koran-koran adalah penerusan mata kita
Kini sudah diganti mata yang resmi
Kita tidak lagi melihat kenyataan yang beragam
Kita hanya diberi gambara model keadaan
yang sudah dijahit oleh penjahit resmi
Mata rakyat sudah dicabut
Rakyat meraba-raba di dalam kasak-kusuk
Mata pemerintah juga diancam bencana
Mata pemerintah memakai kacamata hitam
Terasing di belakang meja kekuasaan
Mata pemerintah yang sejati
sudah diganti mata-mata
Barisan mata-mata mahal biayanya
Banyak makannya
Sukar diaturnya
Sedangkan laporannya
mirip pandangan mata kuda kereta
yang dibatasi tudung mata
Dalam pandangan yang kabur,
semua orang marah-marah
Rakyat marah, pemerinta marah,
semua marah lantara tidak punya mata
Semua mata sudah disabotir
Mata yang bebas beredar hanyalah mata-mata
Ada suara gaduh di atas tanah
Ada ucapan-ucapan kacau di antara rumah-rumah
Ada tangis tak menentu di tengah sawah
Dan, lho, ini di belakang saya
ada tentara marah-marah
Apa saja yang terjadi ? Aku tak tahu
Aku melihat kilatan-kilatan api berkobar
Aku melihat isyarat-isyarat
Semua tidak jelas maknanya
Raut wajah yang sengsara, tak bisa bicara,
menggangu pemandanganku.
Apa saja yang terjadi ? Aku tak tahu
Pendengaran dan penglihatan
menyesakkan perasaan,
membuat keresahan –
Ini terjadi karena apa-apa yang terjadi
terjadi tanpa kutahu telah terjadi
Aku tak tahu. Kamu tak tahu
Tak ada yang tahu
Betapa kita akan tahu
kalau koran-koran ditekan sensor,
dan mimbar-mimbar yang bebas telah dikontrol
Koran-koran adalah penerusan mata kita
Kini sudah diganti mata yang resmi
Kita tidak lagi melihat kenyataan yang beragam
Kita hanya diberi gambara model keadaan
yang sudah dijahit oleh penjahit resmi
Mata rakyat sudah dicabut
Rakyat meraba-raba di dalam kasak-kusuk
Mata pemerintah juga diancam bencana
Mata pemerintah memakai kacamata hitam
Terasing di belakang meja kekuasaan
Mata pemerintah yang sejati
sudah diganti mata-mata
Barisan mata-mata mahal biayanya
Banyak makannya
Sukar diaturnya
Sedangkan laporannya
mirip pandangan mata kuda kereta
yang dibatasi tudung mata
Dalam pandangan yang kabur,
semua orang marah-marah
Rakyat marah, pemerinta marah,
semua marah lantara tidak punya mata
Semua mata sudah disabotir
Mata yang bebas beredar hanyalah mata-mata
Seonggok jagung
Karya: WS Rendra
Seonggok jagung di
kamar
dan seorang pemuda
yang kurang sekolahan.
Memandang jagung itu,
sang pemuda melihat ladang;
ia melihat petani;
ia melihat panen;
dan suatu hari subuh,
para wanita dengan gendongan
pergi ke pasar ………
Dan ia juga melihat
suatu pagi hari
di dekat sumur
gadis-gadis bercanda
sambil menumbuk jagung
menjadi maisena.
Sedang di dalam dapur
tungku-tungku menyala.
Di dalam udara murni
tercium kuwe jagung
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda.
Ia siap menggarap jagung
Ia melihat kemungkinan
otak dan tangan
siap bekerja
Tetapi ini :
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda tamat SLA
Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.
Ia memandang jagung itu
dan ia melihat dirinya terlunta-lunta .
Ia melihat dirinya ditendang dari diskotik.
Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalase.
Ia melihat saingannya naik sepeda motor.
Ia melihat nomor-nomor lotre.
Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal.
Seonggok jagung di kamar
tidak menyangkut pada akal,
tidak akan menolongnya.
Seonggok jagung di kamar
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
Yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya.
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.
Aku bertanya :
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”
dan seorang pemuda
yang kurang sekolahan.
Memandang jagung itu,
sang pemuda melihat ladang;
ia melihat petani;
ia melihat panen;
dan suatu hari subuh,
para wanita dengan gendongan
pergi ke pasar ………
Dan ia juga melihat
suatu pagi hari
di dekat sumur
gadis-gadis bercanda
sambil menumbuk jagung
menjadi maisena.
Sedang di dalam dapur
tungku-tungku menyala.
Di dalam udara murni
tercium kuwe jagung
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda.
Ia siap menggarap jagung
Ia melihat kemungkinan
otak dan tangan
siap bekerja
Tetapi ini :
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda tamat SLA
Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.
Ia memandang jagung itu
dan ia melihat dirinya terlunta-lunta .
Ia melihat dirinya ditendang dari diskotik.
Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalase.
Ia melihat saingannya naik sepeda motor.
Ia melihat nomor-nomor lotre.
Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal.
Seonggok jagung di kamar
tidak menyangkut pada akal,
tidak akan menolongnya.
Seonggok jagung di kamar
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
Yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya.
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.
Aku bertanya :
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”
Sajak
transmigran II
Karya: F. Rahardi
dia
selalu singkong
dan terus-menerus singkong
hari ini singkong
tadi malam singkong
besok mungkin singkong
besoknya lagi juga singkong
di rumah sepotong singkong
di ladang seikat singkong
di pasar segerobak singkong
di rumah tetangga sepiring singkong
enam bulan lagi tetap singkong
setahun lagi tetap singkong
sepuluh tahun masih singkong
dua puluh tahun makin singkong
dan limapuluh tahun kemudian
transmigran beruban
sakit-sakitan
mati
lalu dikubur di ladang singkong
dan terus-menerus singkong
hari ini singkong
tadi malam singkong
besok mungkin singkong
besoknya lagi juga singkong
di rumah sepotong singkong
di ladang seikat singkong
di pasar segerobak singkong
di rumah tetangga sepiring singkong
enam bulan lagi tetap singkong
setahun lagi tetap singkong
sepuluh tahun masih singkong
dua puluh tahun makin singkong
dan limapuluh tahun kemudian
transmigran beruban
sakit-sakitan
mati
lalu dikubur di ladang singkong
Doktorandus
Tikus I
Karya: F. Rahardi
selusin toga
me
nga
nga
seratus tikus berkampus
di atasnya
me
nga
nga
seratus tikus berkampus
di atasnya
dosen dijerat
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat memuaskan
sangat memuaskan
Siapa?
Karya: Waluyati
Tersebar
engkau, kaum sengsara
Duduk
meratap di seluruh kota
Dan
swara tangismu membubung, memilukan hati
Berbilang
kali terdapat badan
‘lah
bangkar terhampar di tepi jalan
Dan
lekaslah mayatmu diusung orang pergi
Penaka
mentari, bersinar atas pohon berdaun lebat
Menyebabkan
tanah di bawah bertelau-telau
Sebagian
tetap gelap
Sebagian
pula terang di sinar kuat
Bertanaman
subur, penuh berbunga
Sedangkan
di gelap tangkai menjulang
Mendambakan
cahaya
Demikian
engkau, kaum penderita
Melihat
sesamamu di sinar bahagia
Sedang
badan sendiri kelam dingin di dekapan sengsara
Ah,
siapa,
Siapa
akan memanjat pohon,
Memotong
dahan penuh berdaun,
Penghalang
bahagia ke bumi turun?
0 Response to "Contoh Puisi Satirik"
Posting Komentar