Sinopsis Novel Padang Ilalang di Belakang Rumah Karya Nh. Dini



Sinopsis Novel Padang Ilalang di Belakang Rumah Karya Nh. Dini - Selamat malam, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi sinopsis novel Padang Ilalang di Belakang Rumah karya Nh. Dini yang diterbitkan pertama kali oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1979.

Zaman sudah berubah, Belanda meninggalkan Nusantara. Awalnya kedatangan Jepang dianggap sebagai penyelamat, tetapi itu tak berlangsung lama, mulailah tampak semua niat jahatnya. Rakyat kelaparan dan mulai tumbuh penyakit busung lapar.

Di alam sebuah rumah yang besar dan tua aku bersama ke-4 saudaraku. Heratih, Maryam, Nugroho, dan Teguh. Beserta Bapak dan Ibu yang selalu menyayangi kami. Hidup dalam keluarga yang bahagia dan sederhana. Di mana aku sangat mengagumi sosok ibu yang selalu tegar menghadapi hidup dan sosok seorang bapak yang selalu melindungi kami.

Di rumah inilah kami semua mengalami banyak kejadian yang menyenangkan. Bersama hewan-hewan peliharaan kami dan pohon belimbing besar yang menjadi saksi perjalanan hidup kami. Ibu yang sehari-harinya menjual kue kering dan menerima pesanan batik. Kue yang dibuat Ibu sangat enak, berbeda dengan kue-kue yang ada di pasaran karena ibu selalu jujur dalam membuatnya. Begitupun juga dengan batik-batik, Ibu sangat pandai membuatnya.

Semua pekerjaan itu dibantu oleh kakakku Maryam, yang menuruni sifat Ibu yang bisa segalanya. Aku, Nugroho, dan Teguh hanya bisa mencuri kue-kue tersebut dengan sembunyi-sembunyi. Apalagi kakakku Nugroho yang berlagak ingin membantu membuat kue, dan jika Heratih dan Ibu memalingkan muka kemudian ia pun memasukan kue tersebut ke dalam mulutnya. Nugroho berbeda dengan Teguh yang lebih suka kue yang sudah masak. Teguh berpura-pura menghitung kue-kue dan memasukannya ke dalam saku celananya yang telah tercampur dengan barang-barangnya yang kotor. Itu sudah biasa terjadi tanpa sepengetahuan Ibu ataupun Heratih. Walaupun seperti itu kami tetap bahagia.

Pada suatu hari, lima orang serdadu Jepang tiba-tiba berada di belakang kampung. Nugroho melihat mereka memotong ilalang di padang yang membatasi rumah kami dengan kebun. Tak lama kemudian orang-orang kampung berduyunan menyaksikan para pendatang baru itu. Kami seisi rumah tidak ketinggalan untuk melihat mereka dari kebun. Bapak mulai kehilangan kesabarannya karena melihat mereka masuk ke kebun tanpa seizin dan pagarnya pun di rusak. Tetapi Bapak tidak ingin meladeni serdadu-serdadu tersebut. Kemudian setelah mereka keluar, bapak mulai memperbaiki pagar yang rusak. Nugroho dan Teguh membawa bahan dan alat dari kebun samping sebelah timur rumah.

Beberapa lama setelah kejadian itu, kakakku Heratih menikah dengan seorang pria yang bernama Utono. Untuk biaya pernikahan tersebut Bapak dan Ibu mengeluarkan banyak biaya. Ibu sampai bekerja keras untuk itu. Bersama Maryam ia begitu gigih untuk melakukannya dengan senang hati.

Setelah acara pernikahan tersebut, suatu hari Bapak membuat sebuah lubang di pojok kamar untuk menyimpan separuh besar perhiasan Ibu. Karena ternyata Bapak telah mengetahui bahwa kepala kampung diminta oleh orang-orang Jepang agar para penduduk menyerahkan semua harta benda mereka untuk menjadi biaya perang Asia Timur Raya. Tetapi bukan itulah yang sebenarnya.

Setelah kejadian itu kegiatan berjalan seperti biasanya. Tiba-tiba pada suatu malam, Aku terbangun oleh kesibukan yang terjadi di rumah. Saat itu aku mendengar suara senjata api disusul oleh keributan di jalan kampung. Orang-orang berlarian, berteriak dari arah tangsi polisi menuju ke arah sungai di belakang.

Dari arah tangsi semakin ramai keributan yang terdengar, penghuninya berbondong-bondong ke padang ilalang untuk menyeberang jembatan ke Batan. Bapak mengatakan bahwa akan ada pemberontakan di kalangan  pemuda PETA terhadap pemerintah Jepang. Bapak, beserta kakak-kakak lelakiku mulai mengatur pesediaan selama pertempuran, semua diperhitungkan untuk keperluan 2-3 hari. Karena kami tetap diam di rumah dan tidak mengungsi.

Jauh dari apa yang kami bayangkan, pertempuran berjalan selama 5 hari penuh. Selama itu kami tidak keluar rumah. Di dalam rumah kami hanya menyalakan lilin atau lampu teplok untuk menambah terangnya sinar matahari yang masuk dari celah celah papan. Tetapi jika ada bunyi senapan yang mendekat, kami cepat-cepat memadamkannya. Selama itu kami hidup dalam kegelapan mutlak. Pada kesempatan-kesempatan yang mulai tenang Bapak memberi makan binatang-binatang yang ada di kandang. Cukup dengan sedikit nasib buruk, kami akan bisa menjadi korban peluru nyasar, yang bisa membunuh siapa saja tanpa memilih.

Beberapa setelah itu, suasana tiba-tiba menjadi reda. Selama 1 jam kami tidak mendengar suara tembakan di jalan kampung sebelah rumah. Dan mulailah terdengar orang-orang yang melintasi jalan kampung. Begitu juga dengan kami. Begitu mengejutkan, Maryam melihat lubang-lubang di dinding seng yang menjadi batas halaman. Itu semua adalah bekas peluru. Kami pun berkumpul melihat dan mengamatinya dengan seksama.

Kemudian diumumkan melalui radio bahwa pemberontakan telah dipadamkan, dan penduduk pun diminta meneruskan kegiatan seperti biasa. Heratih dan Utono datang ke rumah kami. Bapak pun berangkat mencari paman dan bibi. Sedangkan Teguh yang melanggar larangan orang tua kami untuk tidak keluar rumah, ceritanya sangat mengerikan, sungai-sungai penuh dengan bangkai-bangkai manusia, di sepanjang  jalan mobil dan berbagai kendaraan yang rusak dan bekas terbakar.

Untuk menyaksikan sendiri cerita kakakku tersebut, keesokan harinya aku berangkat ke sekolah. Benar apa yang dikatakan oleh Nugroho, Aku melihat banyak bangkai-bangkai mayat yang bertumpukan seperti barang yang tak berguna, sampah yang harus dibuang, sisa-sisa tubuh manusia itu tertimbun di sana, basah dan berbau busuk. Beberapa di antara mereka ada yang memegang bambu runcing dan galah. Sampai di jalan besar Pendrikan ku temui pemandangan yang sama. Dinding tembok gedung di dekat jalan penuh dengan lubang peluru. Hari itu berganti warna, kotor penuh leleran coklat merah. Ku dengar bahwa Jepang telah menembak mati pemuda-pemuda yang tertangkap di depan dinding tersebut.

Kota kemudian dibersihkan. Rakyat begotong royong mengeluarkan mayat dari sungai dan sumur kemudian dikubur. Semua tampak lancar, kehidupan kelihatan akan melangsungkan perjalanannya sebagaimana mestinya.

Hari-hari berikutnya sering terdengar sirene tanda bahaya dari udara. sirene itu hanya terdengar pada waktu siang. Malam hari pemerintah kota membatasi kegiatan sampai jam tujuh.  Karena suara sirene yang hanya terdengar pada siang, ditambah oleh berita dari radio Australia, Bapak menyimpulkan  bahwa Jepang sedang mengundurkan diri dari tanah Jawa. Tanda bahaya dan jam malam dipergunakan sebagai tabir asap pelarian mereka sambil mengangkut harta kekayaan yang bisa mereka bawa. Pada tahun-tahun kemudian, ternyata apa yang dikatakan Bapak itu benar. Banyak perbendaharaan museum yang dirampas, benda-benda berharga dari rumah dan gedung di pinggir jalan mereka ambil.  Lalu disusul dengan hari-hari yang penuh dengan suara tembakan di segala penjuru kota, diikuti pula dengan datangnya pesawat udara yang gencar mengirimkan tembakan serta lemparan bom. Kejadian itu berlangsung beberapa hari.

Ketika keadaan mulai tenang kembali, lalu lintas di langit menjadi padat. Kami semua keluar untuk menyaksikan burung-burung raksasa itu bergerombolan di udara, terbang dengan megahnya. Beberapa hari setelah kejadian itu beredarlah kabar desas desus dari mulut ke mulut bahwa Indonesia telah merdeka. Bapak pun kemudian mendapatkan kepastian tersebut. Maka berita tersebut segera tersebar ke seluruh warga kampung. Setelah itu disusul oleh berita bahwa pemerintahan di Jakarta telah hijrah ke Yogyakarta, keadaan memang terasa sangat genting. Dan hubungan antara kota-kota yang diduduki tentara asing dengan daerah pedalaman pun terputus. Keraguan pandangan menghadapi hari-hari yang akan datang.

Itulah tadi sinopsis novel Padang Ilalang di Belakang Rumah karya Nh. Dini. Smoga bisa bermanfaat dan menghibur pembaca semuanya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sinopsis Novel Padang Ilalang di Belakang Rumah Karya Nh. Dini"

Posting Komentar